Setelah beberapa hari tinggal di Bonn dan Reni & Jujun sudah berangkat haji, Hari ini kami memutuskan untuk jalan-jalan keliling Bonn. Kami naik tram ke Central Station dan berjalan kaki ke arah Uni Bonn. Saya pernah kesini tahun lalu bersama Reni dan Jujun. Tapi karena foto-foto yang diambil waktu itu hilang, jadi dengan senang hati saya pergi kesana lagi. Saya berusaha mengganti foto-foto yang hilang.
Sebelum digunakan sebagai uni Bonn pada tahun 1818, bangunan ini adalah istana bernama Kürfusliches Schloss. Setelah puas foto-foto di Uni Bonn, kami melanjutkan perjalanan ke pusat kota dan mampir ke rumah kelahiran Beethoven. Kang Asep mengajak Alysha melihat-lihat toko di museum itu. Sementara saya mencari sesuatu yang menarik untuk di foto. Perjalanan dilanjutkan ke rumah salah seorang teman karena kami akan mempersiapkan sate untuk acara makan-makan setelah shalat Idul Adha besok. Kami akan bikin sate ayam dan sate kambing. Sambil menunggu bis, kami menyempatkan diri berfoto di Beethoven Statue di Beethovenhalle. Foto-foto bisa dilihat setelah meng-klik "read more"...
0 Comments
Pernah berurusan dengan kertas roti yang ada di Indonesia? Biasanya dijual dalam bentuk gulungan besar dan ukuran kertas plano. Dan PR banget buat menyimpan dan motong-motongnya. Sampai saya bertemu dengan kertas roti di Jerman yang bentuknya gulungan seperti plastik atau aluminum foil yang gulungan.
Kenal kertas roti kayak begini dari temen saya di Jerman. Dia sudah lebih advance dalam urusan masak-memasak dan lebih lama tinggal di Jerman, jadi sudah sempat mengeksplorasi barang-barang yang berhubungan dengan masak-memasak. Waktu saya berkunjung ke rumahnya, dia memasak chicken wings dan pakai kertas roti seperti ini untuk alas loyangnya saat memanggang. Kertas ini membuat loyang lebih mudah dibersihkan karena tinggal buang setelah makanan habis. Jadilah begitu kembali ke Berlin, saya mencari kertas roti seperti itu. Kertas roti gulungan ini ada 2 macam. Ada yang satu gulungan isinya beberapa meter dan kita potong sesuai kebutuhan (ada pemotongnya di kotaknya) atau yang bentuknya sudah satuan. Yang satuan isinya biasanya sekitar 30 lembar. Jadilah pas saya pulang ke Indonesia, benda ini adalah salah satu yang saya bawa pulang. Tapi setelah stok habis, bingung juga cari penggantinya karena saya belum menemukan benda ini di Indonesia. Disitulah daya kreativitas saya tertantang. Ketika Uni Shanty membeli kertas roti, dia sudah minta gulungan kertasnya dipotong 2 di toko tempat membeli. Ketika sampai di rumah, kertas saya ukur supaya sesuai dengan ukuran kotak yang saya punya. Lalu saya susun kertas-kertas itu sehingga jika ditarik akan seperti kertas tissue yang akan menarik lembar berikutnya. Kertas tersebut saya gulung kembali dan dimasukkan ke dalam kotak yang saya punya. Dan walhasil... saya tidak perlu pusing lagi kalau perlu kertas roti ini. Jika tidak punya kotak seperti ini, kayaknya bisa juga menggunakan kotak bekas aluminium foil atau plastik wrap. Beberapa waktu yang lalu, ada masa-masa kami ingin sekali makan kebab yang mirip dengan kebab di Jerman. Setelah mencari-cari diberbagai sumber, akhirnya Wira menemukan resep kebab Jerman. Jadilah kami mencoba untuk membuatnya. Salah satu bahan yang diperlukan adalah parsley. Tapi jumlah yang diperlukan dan dibeli sama sekali tidak seimbang. Untuk mencegah sisa parsley terbuang percuma, saya mencari cara untuk membuat parsley kering. Parsley kering nantinya akan digunakan pada saat dibutuhkan dilain waktu. Dan setelah mencari cara di Youtube, akhirnya saya mencoba untuk mengeringkan parsley. Pada percobaan pertama langsung berhasil. Setelah jadi, bau parsleynya tetap harum dan seluruh rumah wangi parsley. Mmmmhhh....jadi lapar :) Bahan yang diperlukan:
30/4/2012
Hari terakhir di petualangan kali ini.... Karena hari ini kami akan berangkat kembali ke Milan sekitar jam 1 siang. Maka kami putuskan hari ini hanya berkeliling di Castelmarte saja. Setelah sarapan pagi, kami bersiap-siap untuk jalan-jalan keliling desa. Mmmmmhhhhh... memang ini lebih mirip desa dari pada kota. Suasana pagi yang tenang, gunung menjulang dikejauhan dan bangunan batu tua serupa dengan yang dilihat kemarin di Bellagio dan Como. Pagi itu, udara cukup dingin. Sehingga saya memutuskan untuk menggunakan jaket fleece dan jas hujan sebelum keluar rumah. Kami berkeliling desa yang luasnya sekitar 1,9 km persegi dengan penduduk sekitar 1300 orang. Beberapa kali kami berhenti untuk melihat pemandangan, berdiskusi, atau sekedar menunggu saya yang sedang memotret. Beberapa kali saya minta difoto di depan sebuah pintu dan Constanza sangat penasaran melihat rasa tertarik saya pada pintu yang sulit dijelaskan :p Beberapa kali tetangga-tetangga Costanza menyapa sepanjang jalan dan mereka berbicara dalam bahasa Italy. Kami mampir di Balai Kota (Palazzo Comunale) Castelmarte. Bangunan batu tua yang tampak kokoh ini dahulunya adalah istana dan telah mengalami beberapa renovasi tetapi tetap memiliki daya tarik tersendiri. Kami berjalan kaki sekitar 2 jam dan kembali ke rumah sekitar jam 11 untuk merapihkan barang bawaan kami. Setelah makan siang, kami pun berangkat meninggalkan Castelmarte diantar oleh Costanza ke Bandara Milano Malpensa. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam. Inilah akhir cerita kami tinggal di negara lain. Semoga ada kesempatan lain untuk merasakan tinggal di negara yang berbeda. Untuk melihat foto-foto di Castelmarte, silakan klik "read more"... Seperti janji di awal tahun ini, maka saya mulai menuliskan cerita-cerita perjalanan yang harusnya sudah lama ditulis.
Hari ini terakhir di Jenewa (29/4/12)... Yeah... sudah saatnya pulang kembali ke Jakarta. Saatnya cari duit lagi :) Perjalanan pulang kami ke Indonesia diakhiri dengan perjalanan ke Italia. Karena ada teman Wira di WHO yang mengundang kami untuk berkunjung ke rumahnya di Italia, akhirnya kami putuskan untuk pulang ke Indonesia dari Italia. Tiket pesawat sudah dipesan untuk keberangkatan dari Milan. Sebelumnya kami akan berkunjung ke rumah Costanza di Castel Marte dan menginap disana semalam. Castel Marte sekitar 1 jam perjalanan dari kota Milan. Kami berangkat ke Milan menggunakan kereta api. Berangkat pagi-pagi buta dari rumah Mardi di Petit Lancy menggunakan taksi. Taksi di pagi hari seperti ini harus dipesan dari malam sebelumnya dan harganya pun lebih mahal. Apalagi kami membawa koper, ada charge ekstranya juga. Kenapa naik taksi? Soalnya kami berangkat sekitar jam 5.30 pagi dari Jenewa sementara trem dari Petit Lancy baru mulai jam 6 pagi. Perjalanan ke Milan memakan waktu sekitar 4 jam dan kami akan bertemu dengan Constanza di stasiun Milan. Udara musim semi menemani perjalanan kami pagi itu. Dengan mata masih terkantuk, kami berusaha menikmati pemandangan pohon-pohon yang mulai menghijau kembali setelah daun-daun yang berguguran di musim sebelumnya. Masih hasil sepedaan kemarin...
Banyak perubahan di daerah BKT yang terakhir kami kunjungi sekitar 4 tahun lalu. Di ujung jalan BKT yang dulu ramai, sekarang lebih lengang. Pohon-pohon sudah tumbuh lebih besar, sehingga jalanan menjadi lebih teduh. Nyaman sekali bersepeda di jalur terakhir dari BKT ini. Dan di ujung jalan ini saya melihat sebuah dermaga. Hasil wawancara Wira dengan ibu yang berjualan disitu, dermaga tersebut dipakai untuk mengantar para penghuni rumah susun di Marunda ke daerah Kamal, Muara Karang dan sekitarnya. Transportasi ini cuma-cuma untuk penghuni rusun. Aktif setiap hari kecuali hari Minggu. Dan dari sini kita juga bisa naik/sewa perahu ke Muara Gembong. Uni Shanty langsung merancang perjalanan ke Muara Gembong, padahal kami masih harus menempuh perjalanan pulang ke rumah :D |
Categories
All
Blog WalkingArchives
January 2024
|