Masih hasil sepedaan kemarin...
Banyak perubahan di daerah BKT yang terakhir kami kunjungi sekitar 4 tahun lalu. Di ujung jalan BKT yang dulu ramai, sekarang lebih lengang. Pohon-pohon sudah tumbuh lebih besar, sehingga jalanan menjadi lebih teduh. Nyaman sekali bersepeda di jalur terakhir dari BKT ini. Dan di ujung jalan ini saya melihat sebuah dermaga. Hasil wawancara Wira dengan ibu yang berjualan disitu, dermaga tersebut dipakai untuk mengantar para penghuni rumah susun di Marunda ke daerah Kamal, Muara Karang dan sekitarnya. Transportasi ini cuma-cuma untuk penghuni rusun. Aktif setiap hari kecuali hari Minggu. Dan dari sini kita juga bisa naik/sewa perahu ke Muara Gembong. Uni Shanty langsung merancang perjalanan ke Muara Gembong, padahal kami masih harus menempuh perjalanan pulang ke rumah :D
0 Comments
Day one in 2017...
Ever since my blog seems to be neglected since my project on 2014, I decided to start another project. So I will do another 365 project of this year. It can be a picture or a story, depend on the mood. I have plenty of story need to be written. So here is my very first posting of this year.... I went bicycling this morning to Marunda with Wira, Kaysan, Uni Shanty and Mas Adi. Close to 40 km ride. I almost get fainted ever since I have nothing for breakfast and only minimal physical activities such as sport this last 6 months. The trip is quite fun, but hot day really exhaust me. Too bad the road by the canal that supposed to be for a bicycle invaded by motorcycles and cars :( Kaysan got his first Lifelist from this year. So my resolution for this year will be doing some more physical activities so I can get fit again.... About this photo... On the way to Marunda, we spot some places that instagrammable. Actually, it's a park on the other side of the road. Because this segment of canal has up and down land contour, the park's management makes some bridges that quite nice but also bad maintenance. We decided to take our first stop in here and take some pictures before we leave. So...what do you think? Hari ini saya, Wira, uni Shanty bersama 7 orang anak Jurasik plus Riguel dan Michelle mengunjungi Rainbow Warrior, kapal Greenpeace yang sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok. Ini adalah kunjungan kapal ke-3 buat saya. Sebelumnya saya pernah mengunjungi kapal East Indiaman Götheborg dan kapal Greenpeace Esperanza. Info tentang kapal ini akan mampir di Jakarta sudah saya dengar dari beberapa media maupun teman.
Kami berangkat setelah makan siang dan shalat dzuhur menggunakan 2 buah mobil. Perjalanan dari rumah menuju Pelabuhan Tanjung Priok memakan waktu sekitar 1,5 jam walaupun sebenarnya hanya 23 km dan menurut google map hanya butuh waktu 30 menit. Lalu lintas yang ramai di jalan tol dan kemacetan yang agak bikin frustasi setelah keluar tol dalam kota tetap tidak mematahkan semangat kami. Kami sampai di pelabuhan penumpang Nusantara 1 sekitar jam 2 siang. Sampai di pelabuhan penumpang kami disambut oleh teman-teman relawan dari Greenpeace. Masing-masing anak mendapat 1 buah pin. Setelah menitip sebagian tas yang dibawa, kami masuk ke ruang tunggu yang sudah ditata sedemikian rupa dengan foto-foto, sepeda dan motor. Pak Agus, salah satu relawan Greenpeace, sudah menanti kami untuk memandu dan bercerita tentang kapal yang akan kami lihat dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh teman-teman Greenpeace. Diawali dengan perjalanan bersepeda ke Karawang membuat saya merasa mampu menempuh perjalanan sejauh 50 km tanpa kendala. Jadilah saya mulai mencari rute baru untuk acara bersepeda. Sudah mulai bosan dengan rute JB-Marunda dan JB-Bunderan HI.
Terakhir bersepeda dengan Wira, ketika mencapai Bunderan HI, saya mengajaknya untuk melanjutkan perjalanan ke Museum Fatahillah. Ternyata seru juga. Dan saya pernah sewa sepeda onthel di Taman Fatahillah untuk keliling Kota Tua beberapa tahun yang lalu. Ketika mendapat kabar dari uni Jess, bahwa ada temannya (Aryn) yang akan berkunjung ke Jakarta, langsung terpikir untuk mengajak naik sepeda ke Kota Tua. Ide tersebut saya sampaikan ke Ni Jess dan disambut dengan baik oleh Aryn. Kebetulan Aryn juga senang naik sepeda. Jadilah hari ini, saya dan Aryn dan disusul oleh Wira pergi keliling Kota Jakarta. Pagi ini yang berangkat dari Jatinegara Baru hanya saya dan Aryn, karena Wira ada acara di Padang dan akan menyusul setelah kembali dari Padang. Rencana berangkat jam 6 agak mundur karena urusan persiapan. Sebelum setengah 7 kami sudah berangkat. Perjalanan dimulai dengan menyusuri jalan perumahan dan kemudian masuk ke arah kampung Waru Doyong dan menyeberangi sungai. Pemandangan pertama ini dari suasana perumahan berlanjut ke suasana perumahan padat penduduk dengan rumah yang mepet ke jalan. Belum lagi jalannya sebagian ada yang masih tanah berbatu. Setelah itu kami memotong masuk ke Kawasan Industri Pulogadung. Pemandangan berubah dari perumahan penduduk ke gudang-gudang dan pabrik. Lalu kami memasuki jalan Pemuda yang ternyata sedang berlangsung Car Free Day untuk wilayah Jakarta Timur. Aryn cukup terpukau melihat banyaknya orang di jalan. Ada yang sedang senam, jalan/lari pagi dan bersepeda. Selain itu ada juga atraksi barongsai di depan toko Ace Hardware. Setelah minggu lalu pergi ke Marunda, Ni Shanty penasaran dengan rumah si Pitung. Jadilah dia browsing sana sini. Akhirnya dapet informasi juga tentang keberadaan rumah si Pitung. Tapi ternyata ni Shanty gak jadi ikut naik sepeda hari ini karena harus ke Jogja untuk acara lain di sana. Yang ikutan main sepeda hari ini ada saya, Wira, Yani, Nul, Riguel, Michelle, Bagas, Dika, Farhan dan Pak De Zul. Yuppp...10 orang, 5 dewasa, 1 ABG dan 4 anak-anak. Kami berangkat jam 6 pagi. Maksud hati sih berangkat jam 5.30 :) Tapi karena pasukan yang dibawa banyak, jadi agak ribet deh.
Kali ini karena perencanaannya lebih matang, anak-anak yang ikut naik sepeda sendiri kecuali Michelle. Yang terpikir mudah-mudahan mereka kuat sampe rumah si Pitung dan pulang :) Rute kali ini hampir sama dengan rute minggu lalu. Tapi kami tidak potong jalan menyeberang rel kereta api melainkan menyeberang di tempat seharusnya lalu masuk jalan offroad disamping rel kereta sebelum masuk jalur pinggir BKT. Perjalanan mencapai pantai sedikit lebih lama dibandingkan minggu lalu karena lebih banyak istirahatnya. Kami juga tidak paksakan untuk jalan terus mengingat kali ini bersepeda sama anak-anak. Jalur yang kami lewati ini sebenarnya cukup enak untuk membawa anak-anak bersepeda bersama karena jalan yang tidak terlalu ramai walaupun ada motor dan mobil yang melintas di jalan ini. Tapi sebaiknya si anak dilatih terlebih dahulu mengenai tata tertib bersepeda di jalan raya. Riguel menjadi salah satu yang diawasi ketat karena dia belum pernah naik sepeda di jalan raya. Dipertengahan jalan menuju pantai Bagas sempat menunjukkan tanda-tanda akan menyerah. Menurut Wira yang bersepeda bareng Bagas, ditengah jalan dia sudah berkata, "Om Wira, aku udah gak kuat nih! Berenti dulu dong". Tapi dengan semangat kami mengajak istirahat dan mengatakan sedikit lagi sampai, karena pintu air dan jembatan terakhir sudah kelihatan. Lain lagi komentar Michelle, "Nanti aja abang Bagas, belum capek kok!". Dan Bagas menyahut, "iya lah, kamu kan dibonceng!". :) Tujuan bersepeda kali ini adalah Marunda. Rombongan bersepeda kali ini tidak hanya saya dan Wira tetapi juga bersama mas Adi, uni Shanty dan Kaysan. Sebenarnya saya dan Wira rencananya mau ke Sudirman dengan rute yang berbeda. Tapi karena rombongan bertambah, rute pun berubah sesuai dengan hasil diskusi bersama. Kaysan dibonceng oleh uni Shanty karena sepedanya tidak dalam kondisi fit untuk perjalanan jauh.
Rute kami adalah menyusuri banjir kanal timur (BKT) kearah utara hingga mencapai laut. Informasi yang didapat sebelumnya dari Yani bahwa jalanan dipinggir BKT sudah bagus dan banyak burung camar. Sempat bingung mau mulai dari bagian BKT yang sebelah mana, tapi akhirnya kami putuskan untuk menyusuri jalan I Gusti Ngurah Rai sampai stasiun Cakung lalu berputar untuk masuk jalur BKT. Tapi sekitar 100 m dari stasiun cakung (sebelum jembatan BKT) ada sebuah bagian pagar beton yang terbuka, sehingga kami putuskan untuk mengangkat sepeda kami menyeberang rel kereta api dan langsung masuk ke jalan pinggir BKT. Sepanjang jalur ini ada beberapa persimpangan yang harus kami lewati. Di daerah Jalan Raya Bekasi, kami harus mengangkat sepeda ketika menyeberang, karena ada pembatas jalan. Ujung jalan pinggir BKT ini sampai ke daerah pinggir laut Marunda. Perjalanan memakan waktu sekitar 1,5 jam dengan jarak sekitar 18,5 km. Sepanjang jalan kami sempat beberapa kali berhenti untuk minum dan foto-foto. Today...I went to see the Greenpeace ship called ESPERANZA with Klab Main. This ship can be seen by public only for one day which is today from 1 pm to 4 pm. We saw the ship at Tanjung Priok Port.
It's quite fun trip with all the little children. One of my nephew feel dizzy being on board because this is the first time he get on a ship. The Greenpeace ship ESPERANZA sailing around Indonesia taking part on "Forest for Climate" campaign. Esperanza is the biggest ship owned by Greenpeace and at this journey they want to defend the natural rain forest in Papua. According to the campaign director of Southeast Asia Greenpeace, Shailendra Yashwant, Esperanza`s visit to Indonesia was meant to urge the government to implement a moratorium soon on all forms of forest conversion, including industrial deforestation, expansion of oil palm plantations, and other activities which can cause deforestation. This pictures was taken when the ship called East Indiaman Götheborg came to Tanjung Priok Port, Jakarta. My friend, Intan, asked me to go to saw the ship. So...here we are Intan, Yani, Kaysan dan Me got on the board.
The East Indiaman Götheborg (Swedish: Ostindiefararen Götheborg) is a large wooden sailing ship, a replica of the East Indiaman Götheborg (an archaic spelling of Göteborg: Gothenburg). The original sank off Gothenburg, Sweden, on 12 September 1745 while approaching its home harbour after returning from her third voyage to the Far East. All sailors survived, but the ship was lost. This replica start to sail on October 2005 with the route Götheborg Sweden, Cadiz Spain, Recive Bolivia, Cape Town and Nelson Mandela Bay South Africa, Fremantle Australia, Jakarta Indonesia, Guangzhou, Shanghai and Hongkong in China before went back to Sweden through Suez Canal. The route to China followed approximately the 18th century original route, with the added detour to Australia (although in the 18th century, they usually avoided ports to avoid pirates). The journey home took the shortcut through the Suez Canal while they during the 18th century had to go back around South Africa. Click "read more" to see more pictures. |
Categories
All
Blog WalkingArchives
July 2024
|