Karena kemarin batal melihat-lihat Rumah Tjong A Fie, maka hari ini rencananya kami akan berkunjung ke tempat tersebut. Selain itu, saya akan membeli beberapa oleh-oleh untuk orang di rumah seperti sate kerang dan lemper Gogo.
Kali ini kami datang di pagi hari untuk melihat-lihat Rumah Tjong A Fie di daerah Kesawan. Bangunan dua lantai berarsitektur Cina, Melayu dan Art Deco ini selesai dibangun tahun 1900. Tjong A Fie sendiri adalah pengusaha dan bankir asal Tionghoa yang ikut memajukan kota Medan. Melihat tempat ini seperti masuk ke dalam kehidupan Tjong A Fie dan keluarganya. Dengan guide yang mengantar kami berkeliling sambil bercerita membuat kami seperti berada langsung di sana. Diceritain seperti ini adalah salah satu cara yang menarik untuk belajar sejarah. Di tempat ini kita juga akan diberitahu tempat-tempat yang boleh difoto dan tidak. Kalau sempat datang ke Medan dan belum pernah ke tempat ini, cobalah untuk berkunjung. Setelah puas berkeliling rumah ini, kami pun pergi mencari oleh-oleh dan kembali ke rumah untuk bersiap-siap pulang ke Jakarta. Foto-foto bisa dilihat dengan mengklik “read more”
0 Comments
Hari ini rencananya saya dan Wira akan keliling Kota Medan. Setelah sarapan dan siap-siap, kami diantar Ella ke Mesjid Raya Medan atau Mesjid Raya Al Mashun. Mesjid Raya yang dibangun oleh Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam, pemimpin Kesultanan Deli, selesai pada tahun 1909. Arsitektur mesjid ini khas Timur Tengah, Spanyol dan India berbentuk segi delapan. Bentuk mesjid yang unik ini memiliki 5 kubah hitam, satu kubah utama dan empat kubah di beranda yang berada si empat sisi. Ornamen, ubin dan ukiran di mesjid ini sangat menarik dilihat.
Setelah puas melihat-lihat dan memotret mesjid ini, kami pergi ke seberang jalan untuk makan rujak di Kedai Rujak Takana. Pengunjung tempat ini cukup ramai sehingga kami harus ikut antri. Perjalanan kami lanjutkan ke Istana Maimun. Lokasinya tidak jauh dari Mesjid Raya Al Mashun. Diawali dengan melihat Meriam Puntung yang berada di sisi kanan depan istana. Cerita tentang Meriam Puntung ini bisa dilihat dibeberapa tulisan online atau di batu prasasti yang terletak tak jauh dari tempat meriam tersebut berada. Pagi ini kami agak santai, saya menyempatkan diri untuk memotret saat blue hour dan sunrise. Setelah sarapan pagi, kami menyempatkan diri untuk berenang. Menikmati kolam renang di hotel.
Menjelang siang, kami berangkat kembali ke Medan. Berbeda dengan kedatangan kami ke Pulau Samosir, kami mengambil jalan yang berbeda. Kami akan mengambil jalan darat. Ternyata Pulau Samosir dihubungkan dengan daratan Pulau Sumatera melalui sebuah jembatan di daerah Pangurunan. Dari hotel sampai ke jembatan di Pangurunan memakan waktu sekitar 1,5 jam karena jalanan yang kurang bagus. Tapi kami tetap menikmati perjalanan ini. Selamat pagi dari Danau Toba dan Pulau Samosir
Hari kedua di Pulau Samosir dipenuhi jadwal jalan-jalan ke beberapa tempat. Pagi hari saya menyempatkan untuk memotret blue hour. Karena langit berawan tebal, jadi saya tidak bisa memotret sunrise. Saya juga berkeliling hotel, memotret suasana hotel pagi ini. Setelah sarapan dan siap-siap, kami berangkat berkeliling Pulau Samosir. Kunjungan pertama kami ke Museum Huta (rumah) Bolon Simanindo. Tempat ini buka mulai pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore dan biaya masuk ke tempat ini Rp50.000/orang. Lokasinya berada hampir di ujung utara Pulau Samosir. Sekitar 15 km dari Amarita atau 20 km dari Tomok. Tanggal 21 Januari 2013, The Darmadjaja’s dengan tambahan tante Nel melanjutkan perjalanan ke Danau Toba dan Pulau Samosir. Perjalanan ini sudah dirancang sedemikian rupa oleh Ketty.
Sebelum berangkat ke Danau Toba, kami beramai-ramai pergi sarapan Lontong Medan. Saya sendiri tidak ikut makan karena masakan ini ada tauconya. Saya tidak suka tauco. Setelah semua selesai sarapan, sekitar jam 9 pagi, The Darmadjaja’s berangkat ke Danau Toba. Sayangnya Avi dan Dinda tidak bisa bergabung karena harus segera kembali Jakarta. Kami menyewa Elf lengkap dengan supirnya yang bernama Pak Hendri. Pak Hendri ini menyetirnya enak banget, sangat nyaman dan berhati-hati. Tahun 2013 yang lalu, Alhamdulillah cukup banyak rejeki untuk berkunjung ke beberapa tempat selain Jakarta. Di awal tahun, kami berkesempatan untuk mengunjungi tante dan sepupu di Medan.
Seumur-umur, saya belum pernah pergi ke Sumatera Utara dan Aceh. Jadi ketika ada pemberitahuan kalau salah satu sepupu Wira akan menikah di awal tahun, kami sekeluarga langsung merancang perjalanan ke Medan dan Danau Toba. Mumpung sudah sampai disana, kalau bisa kunjungi semua tempat :) Jadilah tanggal 18 Januari 2013 pagi, saya dan Wira berangkat ke Medan. Kami akan dijemput oleh Kak Ester, teman saya ketika sekolah anestesi. Kami diajak makan siang di Restoran Nelayan dengan menu dimsum dan tentunya pancake duren yang berada di Sun Plaza. Yumm… Di awal tahun 2014, Wira menghadiri acara rapat di Bogor. Karena disaat yang bersamaan dengan ulang tahun pernikahan kesembilan, kami memutuskan untuk menginap di Novotel Bogor. Berangkat pagi hari ke Bogor dan Wira menghadiri rapat, sementara kami belum bisa check-in di pagi hari, jadi saya membekali diri saya dengan kamera andalan. Rencananya saya akan berjalan kaki di Bogor, di sekitar area tempat Wira rapat.
Karena rapatnya di Hotel Royal yang lokasinya berada di sekitar Kebun Raya Bogor, maka saya menyusuri trotoar sepanjang pagar Kebun Raya Bogor. Saya berjalan dengan santai sambil sesekali memotret. Saya terus berjalan sampai Istana Bogor dan lanjut hingga pertigaan Jalan Jalak Harupat dan Jalan Salak. Saya berbelok di Jalan Salak menuju Macaroni Panggang dan makan siang disana. Dari Macaraoni Panggang, saya kembali ke Jalan Jalak Harupat dan kembali ke Hotel Royal menggunakan angkot. Total perjalanan saya hari ini sekitar 3 km. Enak juga bisa berjalan kaki dan tak sabar untuk mencoba berjalan lagi di tempat lain. Foto-foto perjalanan kali ini bisa dilihat dengan mengklik 'read more' di pojok kanan bawah. Masih di Bandung keesokan harinya, saya mengajak Wira berjalan kaki di sekitar tempat kami menginap. Tempat menginap ini tidak jauh dari Jalan Braga. Hitung-hitung sekalian olahraga pagi ;)
Pagi ini Jalan Braga sepi dari kendaraan bermotor sehingga saya bisa puas memotret tanpa terganggu kendaraan yang melintas. Bangunan-bangunan tua yang berdiri dan jalanan yang basah sisa hujan semalam menemani kami pagi ini. Sudah lama saya tidak berjalan kaki seperti ini, sekedar hanya berjalan dan memotret apa yang saya lihat. Terinspirasi dari salah satu blogger yang saya sering lihat, saya hanya berjalan dan memotret tanpa sibuk melihat tata letak dan lainnya. Sampai diujung jalan, kami memutar balik dan kembali menyusuri jalan ini. Lalu kami melanjutkan sekitar satu blok lebih jauh dari lokasi hotel kami. Kami melihat Gedung Asia Afrika, Monumen KM 0 Bandung dan bangunan lainnya termasuk Hotel Savoy Homan. Setelah puas, kami pun kembali hotel dan bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Awal tahun 2014, saya dan Melissa menghadiri pernikahan teman masa remaja ketika kami pergi pertukaran pelajar ke Amerika. Perjalanan kali ini kami ditemani oleh Wira dan mamanya Melissa. Pesta berlangsung Sabtu siang, sehingga kami dari Jakarta langsung menghadiri acara pernikahannya.
Pulang dari pesta, kami langsung menuju hotel di Naripan dan istirahat. Malamnya kami hunting lampu di Gedung Sate. Saat malam, Gedung Sate tampak menarik dengan atraksi lampunya. Dan sekitar Gedung Sate juga dipasang lampu sehingga tampak cukup menarik. Jadilah kami menghabiskan malam di depan Gedung Sate untuk foto-foto. Sayangnya sepanjang kami disana, bagian 'sate' dari gedung ini tidak ada lampunya. Sehingga jadinya tampak seperti gedung-gedung lainnya di sekitaran Bandung. Setelah puas memotret, kami mencari gorengan nangka, karena mamanya Melissa teringat nostalgia jaman masih sekolah di ITB :) Baru kali ini saya menikmati gorengan nangka dan rasanya lumayan enak. Klik judul tulisan ini atau tulisan klik "read more" di pojok kanan bawah untuk melihat foto-foto lainnya. Masih hasil sepedaan kemarin...
Banyak perubahan di daerah BKT yang terakhir kami kunjungi sekitar 4 tahun lalu. Di ujung jalan BKT yang dulu ramai, sekarang lebih lengang. Pohon-pohon sudah tumbuh lebih besar, sehingga jalanan menjadi lebih teduh. Nyaman sekali bersepeda di jalur terakhir dari BKT ini. Dan di ujung jalan ini saya melihat sebuah dermaga. Hasil wawancara Wira dengan ibu yang berjualan disitu, dermaga tersebut dipakai untuk mengantar para penghuni rumah susun di Marunda ke daerah Kamal, Muara Karang dan sekitarnya. Transportasi ini cuma-cuma untuk penghuni rusun. Aktif setiap hari kecuali hari Minggu. Dan dari sini kita juga bisa naik/sewa perahu ke Muara Gembong. Uni Shanty langsung merancang perjalanan ke Muara Gembong, padahal kami masih harus menempuh perjalanan pulang ke rumah :D Day one in 2017...
Ever since my blog seems to be neglected since my project on 2014, I decided to start another project. So I will do another 365 project of this year. It can be a picture or a story, depend on the mood. I have plenty of story need to be written. So here is my very first posting of this year.... I went bicycling this morning to Marunda with Wira, Kaysan, Uni Shanty and Mas Adi. Close to 40 km ride. I almost get fainted ever since I have nothing for breakfast and only minimal physical activities such as sport this last 6 months. The trip is quite fun, but hot day really exhaust me. Too bad the road by the canal that supposed to be for a bicycle invaded by motorcycles and cars :( Kaysan got his first Lifelist from this year. So my resolution for this year will be doing some more physical activities so I can get fit again.... About this photo... On the way to Marunda, we spot some places that instagrammable. Actually, it's a park on the other side of the road. Because this segment of canal has up and down land contour, the park's management makes some bridges that quite nice but also bad maintenance. We decided to take our first stop in here and take some pictures before we leave. So...what do you think? Today Indonesia has a new President. People go to parade on main street and Pesta Rakyat at Monas. So many people come to this event. Uni Shanty, Kaysan, Wira and I joined the parade in the afternoon. We stay at Monas until around 7 p.m. I catch a glimpse of sunset today.
Besides culinary, Cirebon is also known for batik. So when I was there, I bought some batik. I'm planning to sew it myself. Let's see how it turn out :)
Another picture from Cirebon. This is a mosque near Keraton Kasepuhan called Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. This more than 500 years old mosque have 9 doors to get inside it.
Since I'm still sick today and cannot taking pictures, so here I share some more of Cirebon. This is one of things they use to put air freshener back in the old time. The branches used to put strands of Jasmine as the air freshener. They really use fresh flowers from the Jasmine trees instead of smelly jelly thing :)
Some left over from Cirebon. On second day in Cirebon, we ate Empal Gentong Krucuk. The place is not far from our hotel. This is how they prepared our food. Empal Gentong is one of typical Cirebon culinary. So...if you go to Cirebon, go find this food.
Wow...I finally done my 3rd week from this project. Today I start on working with my granny square blanket project. I have start it 2 months ago and haven't had a chance to finished it. Hopefully I be able to finish this project before 365 of 2014 project done :)
Hari ini saya, Wira, uni Shanty bersama 7 orang anak Jurasik plus Riguel dan Michelle mengunjungi Rainbow Warrior, kapal Greenpeace yang sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok. Ini adalah kunjungan kapal ke-3 buat saya. Sebelumnya saya pernah mengunjungi kapal East Indiaman Götheborg dan kapal Greenpeace Esperanza. Info tentang kapal ini akan mampir di Jakarta sudah saya dengar dari beberapa media maupun teman.
Kami berangkat setelah makan siang dan shalat dzuhur menggunakan 2 buah mobil. Perjalanan dari rumah menuju Pelabuhan Tanjung Priok memakan waktu sekitar 1,5 jam walaupun sebenarnya hanya 23 km dan menurut google map hanya butuh waktu 30 menit. Lalu lintas yang ramai di jalan tol dan kemacetan yang agak bikin frustasi setelah keluar tol dalam kota tetap tidak mematahkan semangat kami. Kami sampai di pelabuhan penumpang Nusantara 1 sekitar jam 2 siang. Sampai di pelabuhan penumpang kami disambut oleh teman-teman relawan dari Greenpeace. Masing-masing anak mendapat 1 buah pin. Setelah menitip sebagian tas yang dibawa, kami masuk ke ruang tunggu yang sudah ditata sedemikian rupa dengan foto-foto, sepeda dan motor. Pak Agus, salah satu relawan Greenpeace, sudah menanti kami untuk memandu dan bercerita tentang kapal yang akan kami lihat dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh teman-teman Greenpeace. Pertama kali diajakin ikutan kegiatan wisata benteng di Cilacap langsung kepikiran pelajaran sejarah. Saya yang sempat muak dengan pelajaran sejarah ketika kelas 1 SMA gara-gara dipaksa membaca buku sejarah untuk 3 tahun dalam waktu 1 bulan demi mewakili sekolah dalam kegiatan lomba lintas sejarah. Setelah itu rasanya pengen muntah setiap lihat buku sejarah. Tapi kalau ada yang ndongengin mungkin wisata ini jadi lebih menarik. Gak cuma lihat bagusnya peninggalan sejarah jaman dulu saja. Jadilah saya setuju untuk ikut kegiatan ini.
Kepastian keberangkatan baru di hari-hari terakhir karena penyelenggara kegiatan ini baru mau jalan kalau pesertanya minimal 10 orang dan dibatasi hanya 15 orang supaya kegiatan bisa cukup interaktif. Dengan biaya sebesar Rp. 290.000, kami mendapat fasilitas makan 4x, tenda, tiket masuk ke benteng-benteng dan Pantai Teluk Penyu, tenda, sewa perahu, pemandu lokal, air minum isi ulang, buku panduan, cinderamata dan tentunya teman-teman baru serta pengalaman baru. Penyelenggara acara ini adalah Jaladwara dengan tema "Berlabuh di Nusa Kambangan: Menggali kisah benteng-benteng peninggalan kolonial". Beberapa hari sebelum berangkat, kami sudah mendapat e-mail dari Jaladwara tentang tempat kumpul, barang yang harus dibawa, dan lain-lain termasuk pemberitahuan tentang wilayah endemik malaria serta kondisi MCK yang minim saat kemping dipinggir pantai. Yupp...Cilacap termasuk salah satu daerah endemik malaria di Indonesia. Kami juga dihimbau untuk membawa makanan/snack/minuman yang tidak menghasilkan sampah terutama plastik dan styrofoam serta membawa sampah kering kami kembali ke rumah masing-masing. Untuk mengatasi masalah malaria, saya sempat berpikir untuk meminum profilaksis. Tapi kok ya nginep semalam minum obatnya sebulanan. Akhirnya saya putuskan untuk pakai repellent serta baju lengan panjang, celana panjang dan kaus kaki. Wira juga mengusulkan untuk membawa kelambu yang sudah dicelup ke permetrin. Obat nyamuk juga sudah disiapkan, begitu juga dengan pengusir nyamuk yang ditempel di baju. Lengkap deh pokoknya. Insya Allah terhindar dari malaria. Sedangkan untuk masalah snack tanpa sampah, saya mengusulkan untuk membawa chocolate chip cookies. Kakak saya sih langsung setuju saja selama bukan dia yang bikin. Jadilah saya bikin cookies dulu sebelum berangkat. Niat bener ya :) Bekal kami adalah 2 kotak cookies, sebungkus roti sobek, permen jahe kalengan dan susu kotak buat Kaysan. Diawali dengan perjalanan bersepeda ke Karawang membuat saya merasa mampu menempuh perjalanan sejauh 50 km tanpa kendala. Jadilah saya mulai mencari rute baru untuk acara bersepeda. Sudah mulai bosan dengan rute JB-Marunda dan JB-Bunderan HI.
Terakhir bersepeda dengan Wira, ketika mencapai Bunderan HI, saya mengajaknya untuk melanjutkan perjalanan ke Museum Fatahillah. Ternyata seru juga. Dan saya pernah sewa sepeda onthel di Taman Fatahillah untuk keliling Kota Tua beberapa tahun yang lalu. Ketika mendapat kabar dari uni Jess, bahwa ada temannya (Aryn) yang akan berkunjung ke Jakarta, langsung terpikir untuk mengajak naik sepeda ke Kota Tua. Ide tersebut saya sampaikan ke Ni Jess dan disambut dengan baik oleh Aryn. Kebetulan Aryn juga senang naik sepeda. Jadilah hari ini, saya dan Aryn dan disusul oleh Wira pergi keliling Kota Jakarta. Pagi ini yang berangkat dari Jatinegara Baru hanya saya dan Aryn, karena Wira ada acara di Padang dan akan menyusul setelah kembali dari Padang. Rencana berangkat jam 6 agak mundur karena urusan persiapan. Sebelum setengah 7 kami sudah berangkat. Perjalanan dimulai dengan menyusuri jalan perumahan dan kemudian masuk ke arah kampung Waru Doyong dan menyeberangi sungai. Pemandangan pertama ini dari suasana perumahan berlanjut ke suasana perumahan padat penduduk dengan rumah yang mepet ke jalan. Belum lagi jalannya sebagian ada yang masih tanah berbatu. Setelah itu kami memotong masuk ke Kawasan Industri Pulogadung. Pemandangan berubah dari perumahan penduduk ke gudang-gudang dan pabrik. Lalu kami memasuki jalan Pemuda yang ternyata sedang berlangsung Car Free Day untuk wilayah Jakarta Timur. Aryn cukup terpukau melihat banyaknya orang di jalan. Ada yang sedang senam, jalan/lari pagi dan bersepeda. Selain itu ada juga atraksi barongsai di depan toko Ace Hardware. Setelah minggu lalu pergi ke Marunda, Ni Shanty penasaran dengan rumah si Pitung. Jadilah dia browsing sana sini. Akhirnya dapet informasi juga tentang keberadaan rumah si Pitung. Tapi ternyata ni Shanty gak jadi ikut naik sepeda hari ini karena harus ke Jogja untuk acara lain di sana. Yang ikutan main sepeda hari ini ada saya, Wira, Yani, Nul, Riguel, Michelle, Bagas, Dika, Farhan dan Pak De Zul. Yuppp...10 orang, 5 dewasa, 1 ABG dan 4 anak-anak. Kami berangkat jam 6 pagi. Maksud hati sih berangkat jam 5.30 :) Tapi karena pasukan yang dibawa banyak, jadi agak ribet deh.
Kali ini karena perencanaannya lebih matang, anak-anak yang ikut naik sepeda sendiri kecuali Michelle. Yang terpikir mudah-mudahan mereka kuat sampe rumah si Pitung dan pulang :) Rute kali ini hampir sama dengan rute minggu lalu. Tapi kami tidak potong jalan menyeberang rel kereta api melainkan menyeberang di tempat seharusnya lalu masuk jalan offroad disamping rel kereta sebelum masuk jalur pinggir BKT. Perjalanan mencapai pantai sedikit lebih lama dibandingkan minggu lalu karena lebih banyak istirahatnya. Kami juga tidak paksakan untuk jalan terus mengingat kali ini bersepeda sama anak-anak. Jalur yang kami lewati ini sebenarnya cukup enak untuk membawa anak-anak bersepeda bersama karena jalan yang tidak terlalu ramai walaupun ada motor dan mobil yang melintas di jalan ini. Tapi sebaiknya si anak dilatih terlebih dahulu mengenai tata tertib bersepeda di jalan raya. Riguel menjadi salah satu yang diawasi ketat karena dia belum pernah naik sepeda di jalan raya. Dipertengahan jalan menuju pantai Bagas sempat menunjukkan tanda-tanda akan menyerah. Menurut Wira yang bersepeda bareng Bagas, ditengah jalan dia sudah berkata, "Om Wira, aku udah gak kuat nih! Berenti dulu dong". Tapi dengan semangat kami mengajak istirahat dan mengatakan sedikit lagi sampai, karena pintu air dan jembatan terakhir sudah kelihatan. Lain lagi komentar Michelle, "Nanti aja abang Bagas, belum capek kok!". Dan Bagas menyahut, "iya lah, kamu kan dibonceng!". :) Tujuan bersepeda kali ini adalah Marunda. Rombongan bersepeda kali ini tidak hanya saya dan Wira tetapi juga bersama mas Adi, uni Shanty dan Kaysan. Sebenarnya saya dan Wira rencananya mau ke Sudirman dengan rute yang berbeda. Tapi karena rombongan bertambah, rute pun berubah sesuai dengan hasil diskusi bersama. Kaysan dibonceng oleh uni Shanty karena sepedanya tidak dalam kondisi fit untuk perjalanan jauh.
Rute kami adalah menyusuri banjir kanal timur (BKT) kearah utara hingga mencapai laut. Informasi yang didapat sebelumnya dari Yani bahwa jalanan dipinggir BKT sudah bagus dan banyak burung camar. Sempat bingung mau mulai dari bagian BKT yang sebelah mana, tapi akhirnya kami putuskan untuk menyusuri jalan I Gusti Ngurah Rai sampai stasiun Cakung lalu berputar untuk masuk jalur BKT. Tapi sekitar 100 m dari stasiun cakung (sebelum jembatan BKT) ada sebuah bagian pagar beton yang terbuka, sehingga kami putuskan untuk mengangkat sepeda kami menyeberang rel kereta api dan langsung masuk ke jalan pinggir BKT. Sepanjang jalur ini ada beberapa persimpangan yang harus kami lewati. Di daerah Jalan Raya Bekasi, kami harus mengangkat sepeda ketika menyeberang, karena ada pembatas jalan. Ujung jalan pinggir BKT ini sampai ke daerah pinggir laut Marunda. Perjalanan memakan waktu sekitar 1,5 jam dengan jarak sekitar 18,5 km. Sepanjang jalan kami sempat beberapa kali berhenti untuk minum dan foto-foto. Setelah satu tahun berlalu, akhirnya ada juga yang bawain kecapi Indonesia. Sebelumnya saya pernah menulis tentang kecapi Thailand dan penasaran dengan kecapi yang biasa didapat di Indonesia. Akhirnya 2 hari yang lalu, ada teman kakak saya yang bawain kecapi. Langsung teringat kalau saya ingin menulis tentang kecapi ini.
Kecapi Indonesia ukurannya kecil, kira-kira sebesar bola tenis atau kepalan tangan. Banyak juga yang ukurannya lebih kecil dari itu. Jika dibandingkan dengan kecapi Thailand kira-kira ukurannya hanya sepertiganya. Kulitnya kekuningan jika sudah matang. 15.09.2011
Setelah dari Garut, perjalanan kami lanjutkan ke Pangalengan. Sebenarnya sudah lama pengen pergi kesini, tapi selalu tertunda. Bahkan saking belum berjodohnya ke tempat ini, waktu uni Shanty masih kuliah dulu, pernah mau kesini tapi akhirnya malahan sampenya ke Situ Patenggang. Seperti sebelumnya, kita memakai bantuan tante Garmin untuk menunjukkan arah. Di jalan sempat juga kami membeli tahu sumedang buat cemilan di jalan dan cendol. Perjalanan cukup lancar. Tidak ketemu macet yang terlalu berarti. Tapi sempat berputar-putar karena tante Garmin menunjukkan jalan lewat Bandung trus balik lagi. Jadilah kita akali sedikit tante Garmin supaya re-route. Sampe di Pangalengan sudah sore. Tadinya sempat ingin jalan-jalan dulu, tapi akhirnya diputuskan untuk langsung ke tempat menginap. Di Pangalengan kami menginap di Perkebunan Teh Malabar. Sebelumnya kami sudah booking kamar. Takutnya pas sampe sana tidak kebagian tempat. Tapi untung juga kami booking kamar sebelumnya, karena ternyata hari ini ada pertemuan orang-orang perkebunan yang diadakan disini, jadi kamarnya fullbook semua. Dengan harga Rp. 275.000 kami mendapat sebuah kamar yang cukup besar lengkap dengan pemanas dan sarapan pagi. Di tempat ini tersedia beberapa buah kamar dan beberapa buah bungalow. Jadi kalau keluarga yang mau menginap disini bisa sewa yang bentuk bungalow. Pemandangan disekelilingnya benar-benar membuat mata segar. Hamparan pohon teh yang hijau terlihat sejauh mata memandang. |
Categories
All
Blog WalkingArchives
July 2024
|