Udah lama pengen posting cerita ini. Tapi belum nemu waktu buat baca-baca referensinya. Well... mari coba ditulis deh.
Akhir tahun 2011, saya sempat tinggal di Berlin lagi. Saya tinggal bersama keluarga seorang teman. Di seberang tempat tinggal kami, ada sebuah bangunan yang sudah setengah hancur. Berkali-kali saya lewat tempat itu sebelum ini, tapi belum pernah melihat dengan serius tempat apakah itu. Sampai suatu hari ketika sedang kembali dari jalan-jalan, saya menyempatkan diri untuk mampir, melihat-lihat dan memotret. Tempat itu ternyata adalah Commemoration of the Deportations to Theresienstadt. Dahulunya, tempat ini adalah stasiun kereta bernama Anhalter Bahnhof. Stasiun ini, mulai bulan Juni tahun 1942, digunakan untuk mengirim orang-orang Yahudi yang sudah tua yang tinggal di Berlin ke Theresienstadt. Sampai bulan Maret tahun 1945, sudah sekitar 9.600 orang Yahudi dideportasi dari stasiun ini. Theresienstadt sendiri berada di negara Republik Ceko. Pada tanggal 23 November 1943, stasiun ini di bom oleh tentara Inggris dan Amerika dan mengalami kerusakan yang cukup parah sehingga kereta jarak jauh tidak bisa beroperasi lagi. Sementara serangan bom pada tanggal 3 Februari dan 26 Februari benar-benar melumpuhkan stasiun ini sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sumber: Display Board di lokasi dan Wikipedia
0 Comments
Setelah minggu lalu pergi ke Marunda, Ni Shanty penasaran dengan rumah si Pitung. Jadilah dia browsing sana sini. Akhirnya dapet informasi juga tentang keberadaan rumah si Pitung. Tapi ternyata ni Shanty gak jadi ikut naik sepeda hari ini karena harus ke Jogja untuk acara lain di sana. Yang ikutan main sepeda hari ini ada saya, Wira, Yani, Nul, Riguel, Michelle, Bagas, Dika, Farhan dan Pak De Zul. Yuppp...10 orang, 5 dewasa, 1 ABG dan 4 anak-anak. Kami berangkat jam 6 pagi. Maksud hati sih berangkat jam 5.30 :) Tapi karena pasukan yang dibawa banyak, jadi agak ribet deh.
Kali ini karena perencanaannya lebih matang, anak-anak yang ikut naik sepeda sendiri kecuali Michelle. Yang terpikir mudah-mudahan mereka kuat sampe rumah si Pitung dan pulang :) Rute kali ini hampir sama dengan rute minggu lalu. Tapi kami tidak potong jalan menyeberang rel kereta api melainkan menyeberang di tempat seharusnya lalu masuk jalan offroad disamping rel kereta sebelum masuk jalur pinggir BKT. Perjalanan mencapai pantai sedikit lebih lama dibandingkan minggu lalu karena lebih banyak istirahatnya. Kami juga tidak paksakan untuk jalan terus mengingat kali ini bersepeda sama anak-anak. Jalur yang kami lewati ini sebenarnya cukup enak untuk membawa anak-anak bersepeda bersama karena jalan yang tidak terlalu ramai walaupun ada motor dan mobil yang melintas di jalan ini. Tapi sebaiknya si anak dilatih terlebih dahulu mengenai tata tertib bersepeda di jalan raya. Riguel menjadi salah satu yang diawasi ketat karena dia belum pernah naik sepeda di jalan raya. Dipertengahan jalan menuju pantai Bagas sempat menunjukkan tanda-tanda akan menyerah. Menurut Wira yang bersepeda bareng Bagas, ditengah jalan dia sudah berkata, "Om Wira, aku udah gak kuat nih! Berenti dulu dong". Tapi dengan semangat kami mengajak istirahat dan mengatakan sedikit lagi sampai, karena pintu air dan jembatan terakhir sudah kelihatan. Lain lagi komentar Michelle, "Nanti aja abang Bagas, belum capek kok!". Dan Bagas menyahut, "iya lah, kamu kan dibonceng!". :) |
Categories
All
Blog WalkingArchives
July 2024
|