Tahun ini kami menambah pengalaman berpuasa di negeri orang. Yupp... karena domisili sementara di New Delhi, maka saya dan Wira kali ini menjalani puasa Ramadhan di sini.
Puasa kali ini jatuh di musim semi. Di awal Ramadhan kami berpuasa dari pukul 4.10 sampai dengan pukul 19.00. Tetapi waktu bergeser setiap hari sekitar 1 menit. Satu menit lebih cepat untuk waktu subuh dan satu menit lebih lambat untuk waktu maghrib. Saat tulisan ini ditayangkan, kami berpuasa dari pukul 3.53 hingga 19.13. Tapi lebih pol lagi lama puasanya waktu kami berpuasa di Berlin saat sedang ada seminar tahun 2015. Ketika itu kami berpuasa di pertengahan bulan Juni hingga awal Juli sehingga kami berpuasa sekitar 19 jam. Subuh sekitar jam 2.30 sampai Maghrib sekitar pukul 21.30. Berbeda dengan musim semi di Eropa yang suhu udaranya masih cukup sejuk, suhu di New Delhi sudah mencapai 40 derajat Celsius. Bahkan prakiraan cuaca meramalkan suhu akan mencapai 45 derajat Celsius di akhir minggu ini. Sehingga puasa kali ini terasa cukup berat buat saya kalau harus keluar rumah tengah hari bolong. Karena di luar rumah panasnya luar biasa, saya mengandalkan tukang sayur yang lewat depan rumah untuk berbelanja sayur. Tak sanggup rasanya pergi ke pasar untuk berbelanja. Pergi ke depan rumah saja rasanya sudah menghabiskan stok air di dalam tubuh saya. :p #lebai Bahkan ada beberapa hari saya merasa super duper lemas saat berpuasa walaupun saya tidak main panas-panasan di luar. Rasanya tidak sanggup duduk tegak di depan mesin jahit setelah jam menunjukkan pukul 16. Tapi karena jahitan masih banyak, mau tidak mau saya tetap bekerja sampai jam 17.30 lalu siap-siap memasak makanan untuk berbuka. Alhamdulillah itu hanya terjadi selama 4 hari, setelah itu saya sudah merasa bugar kembali. Berbeda dengan saat berpuasa di Khon Kaen, disini saya memasak makanan untuk berbuka dan sahur hampir setiap hari. Kenapa hampir, karena ada kalanya saya hanya menghangatkan dendeng atau rendang yang sudah tersimpan rapi di freezer atau kadang kami membeli makanan untuk berbuka dan sahur. Kebetulan dapat lungsuran bumbu-bumbu siap pakai, jadi memasak lebih mudah. Selain itu, biasanya pada hari Sabtu, kami pergi berbuka di KBRI. Ya, KBRI di New Delhi mengadakan acara buka puasa bersama setiap hari Sabtu untuk staf dan masyarakat Indonesia yang tinggal di India. Lumayan bisa makan makanan Indonesia yang nikmat tanpa saya harus repot memasak :p Jika ada kesempatan, ingin juga saya melihat bagaimana penduduk muslim disini siap-siap buka puasa. Apakah ada yang berjualan makanan yang seperti kita di Indonesia.
0 Comments
Menstruasi adalah hal yang dialami oleh seorang perempuan. Saya sebagai seorang perempuan dengan 2 orang saudara perempuan, sejak kecil saya sudah terbiasa dengan urusan menstruasi. Mama juga sudah menjelaskan mengenai menstruasi sejak masih kecil. Sehingga ketika saya mulai mengalami menstruasi, saya tidak merasa panik.
Satu hal yang agak mengganggu adalah tidur yang kurang nyaman di hari-hari pertama siklus menstruasi karena khawatir pembalut yang saya gunakan tidak mampu menampung darah menstruasi dan kadang merembes hingga kena ke seprai dan kasur. Rasa was-was pada hari pertama ini juga selalu muncul ketika pembalut sudah digunakan beberapa jam seperti ketika di sekolah. Rasanya selalu khawatir akan menembus ke rok atau celana yang digunakan. Ketika saya mulai beralih ke pembalut kain, saya harus selalu ingat untuk mengganti pembalut setiap 2-3 jam, karena kalau tidak bisa merembes juga ke pakaian. Tapi hal tersebut tidak saya alami lagi sejak menggunakan menstrual cup. Tanggal 12 Desember 2016 yang lalu, ada info masuk di WAG kalau Pak Pakar sakit dan dirawat di ICU karena stroke dan gangguan irama jantung. Dan tanggal 15 Desember 2016, saya dan Vita berkesempatan untuk menengok Pak Pakar yang sudah pindah ke ruang rawat biasa. Saat itu beliau masih sadar dan merespon walaupun tidak bisa berbicara. Beliau juga masih bisa tersenyum mendengar pembicaraan dan candaan kami dan juga ketika kami sampaikan salam dari teman-teman yang berhalangan untuk membesuk. Sebelum pulang, saya sempat berpesan supaya beliau segera pulih dan pulang sehingga kami bisa tengok lagi di rumah. Keesokan harinya saya mendapat kabar bahwa beliau pindah rawat ke RS Fatmawati.
Sayangnya itu adalah hari terakhir saya bertemu dengan beliau. Beliau tidak pernah pulang lagi ke rumahnya. Pagi ini sekitar pukul 6, saya mendapat berita dari Mbak Siska, putrinya, kalau beliau sudah berpulang ke Rahmatullah. Segera saya mengabarkan ke teman-teman yang lain melalui WAG dan Facebook mengenai kepergian beliau. Rencana ke kantor hari ini saya batalkan. Saya berencana untuk pergi melayat ke rumah duka di daerah Bintaro. Beliau disemayamkan di rumah adiknya yang berada tidak jauh dari rumah beliau. Saya dan Vita berjanji bertemu di sekitar Bintaro dan ke rumah duka bersama-sama. Kali ini Yani ikutan melayat. Ketika kami sampai di rumah duka, jenazah sudah mau dibawa ke mesjid untuk dishalatkan dan kemudian dimakamkan di TPU Tanah Kusir. Kami putuskan untuk langsung menuju ke pemakaman dan menunggu di sana. Alhamdulilah saya bisa mengantar beliau hingga peristirahannya terakhir. Pak Pakar termasuk salah satu orang yang berjasa membentuk saya seperti saat ini, selain orangtua saya tentunya. Kalau saya tidak ikut program pertukaran pelajar Open Door ini mungkin saya masih orang yang introvert dan tertutup. Saya pertama kali bertemu dengan Pak Pakar ketika saya mengambil formulir program pertukaran pelajar di Jalan Teluk Betung (tempat itu sekarang sepertinya sudah jadi waduk di belakang Mall Grand Indonesia). Ketika itu saya hendak mengambil formulir program pertukaran pelajar Rotary. Tapi beliau memberikan juga formulir program pertukaran pelajar Open Door (sekarang: Nacel Open Door). Karena rencana awal adalah ikut program Rotary, jadilah saya menyiapkan seluruh persyaratan yang diperlukan termasuk rekomendasi dari anggota Rotary Club dan surat izin dari sekolah untuk mengikuti program ini yang ditandatangani oleh kepala sekolah yang waktu itu adalah Pak Arief Rachman. Kesibukan Pak Arief yang menjadi kepala sekolah di dua sekolah dan mengajar di IKIP saat itu, membuat saya sulit untuk mendapat tanda tangannya. Formulir dan persyaratan lainnya saya kembalikan ke kantor 1 minggu sebelum deadline. Dan ketika mengembalikan formulir, Pak Pakar menyarankan saya untuk mengikuti Program Pertukaran Pelajar Open Door karena kemungkinan diterimanya lebih besar. Jadilah saya ulang lagi seluruh prosedur mengisi formulir dan meminta tanda tangan Pak Arief. Akhirnya setelah melewati seluruh tes yang diselenggarakan, saya berangkat ke Church Hill, Tennessee, USA selama 10 bulan. Setelah pulang dari Amerika, saya aktif sebagai volunteer di program pertukaran pelajar ini. Kami membantu pengurus mempersiapkan adik-adik yang akan berangkat pertukaran pelajar. Mulai dari pre-orientasi, orientasi, dan re-orientasi. Dan sebagai volunteer, kami tidak dibayar sepeser pun. Biaya transportasi ke tempat acara pre-orientasi kami tanggung sendiri. Dan Pak Pakar biasanya membelikan kami makan siang. Mungkin beliau tidak tega kalau kami harus beli makan sendiri. Sehingga tinggal sebut saja kami mau makan siang apa, Pizza Hut, McD, Hoka-Hoka Bento, Teh Botol, Coca Cola dan minuma bersoda lainnya. Beliau sangat memperhatikan kesejahteraan kami. Hal ini berlangsung selama sekitar 13 tahun sampai kantor pindah ke lokasi baru di Bintaro. Salah satu tanda sayangnya pada kami, beliau selalu menanyakan pada kami di mana kami mau mengadakan orientasi. Orientasi NOD biasanya dilakukan di luar kota supaya terhindar dari gangguan orang tua dan bisa konsentrasi selama orientasi. Pilihan tempatnya adalah di Puncak atau Labuan. Biasanya kami pilih Labuan karena tempatnya luas dan enak untuk beraktifitas serta berlibur. Pak Pakar bisa dibilang salah satu fans saya. Beliau sampai memberikan nama Retia pada salah seorang cucunya :). Saking sayangnya beliau pada saya, pernah ketika saya mengantarkan Yani mengembalikan formulir ke kantor baru di daerah Kebon Sirih, saya dikasih ongkos taksi pulang karena ketika sampai kantor beliau melihat saya dan Yani berkucuran keringat dan muka merah karena habis jalan ditengah hari bolong :p Kami jalan kaki dari perempatan Menteng–Kuningan sampai Plaza Indonesia di siang bolong. Lalu lanjut jalan kaki dari depan BI sampai kantor. Tapi karena kami sudah terbiasa naik bis, jadilah kami makan siang di McD dan pulang naik bis :D Maaf ya Pak Pakar, laper soalnya abis jalan jauh ;) Dari kantor ke Sarinah tetep jalan kaki :D Beberapa bulan sebelum beliau masuk rumah sakit, beberapa orang returnee NOD termasuk saya berkunjung ke rumah Pak Pakar. Dia menyampaikan kepada Doddy kalau dia kangen sama kami, karena memang sudah lama beliau tidak mampir ke kantor. Kami datang membawa makanan untuk makan siang bersama. Kami berbincang-bincang dan bercanda. Wajahnya gembira sekali melihat kedatangan kami walaupun beliau merasa nyeri di persendiannya. Kami berjanji akan berkunjung lagi dilain kesempatan. Sayangnya janji itu terpenuhi hanya untuk melihat beliau terakhir kalinya. Tidak ada lagi Pak Pakar yang mendukung kegiatan kami. TIdak ada lagi Pak Pakar yang bercanda dengan kami. Tidak ada lagi Pak Pakar yang minta dibelikan rokok dan selalu saya tolak mentah-mentah :) We love you :* Semoga husnul khotimah, dilapangkan kuburnya dan dijauhkan dari siksa kubur. Aamiin… *ditulis sambil berlinang air mata :(( Banyak pengalaman baru selama tinggal di Berlin. Salah satunya mencicipi makanan Mexico (selain taco, burito dan nacho) dan Yunani.
Pada suatu akhir pekan, Wira dan teman-temannya mengadakan acara makan malam bersama ala anak kuliahan (bukan di restoran dengan makanan mahal). Acara ini diadakan disalah satu apartemen teman Wira yang berasal dari Yunani. Well... sebenernya dia sudah lama tinggal di Berlin. Tema makanannya adalah makanan Mexico dan Yunani. Dan yang istimewanya adalah makanan ini dibikin sendiri dari bahan mentah dan bukan pesan dari restoran. Kami biasa mengadakan acara makan malam seperti ini dengan menu berbeda-beda. Saya sendiri pernah memasak ayam bumbu rujak (pakai bumbu Bamboe) buat salah satu acara kelas Wira ini. Jangan tanya saya nama makanan ini. Tapi tentunya semuanya enak (apa karena saya doyan makan ya? :p) Hanya satu nama yang saya ingat yaitu quesadilla. Ini juga karena setelah acara ini, kami beberapa kali membuat makanan ini. Kalau tidak ingat ada sekitar 20 orang disana, rasanya ingin nambah dan nambah lagi :p Salad yang dibuat rasanya segar. Shrimp saladnya juga enak. Ada yang seperti spring roll dengan isi sayuran dan ayam dilengkapi dengan sayuran dibagian atasnya dan keju feta. Ada juga menu enchiladas isi ayam, tomat, dan bumbu-bumbu yang digulung dalam tortillas dan dipanggang dengan keju diatasnya. Aaaaahhhh... menuliskan ini membuat saya laper :p Dari dua menu makanan ini tampak perbedaan antara makanan Mexico dan Yunani yang saya coba. Makanan Mexico lebih keras bumbunya dibandingkan makanan Yunani. Walaupun tidak ada apa-apanya dibanding makanan Indonesia. Selain itu, makanan Yunani kali ini lebih banyak sayurnya. Ini juga untuk mengantisipasi teman-teman yang vegetarian. Well... it's a new experienced for my tongue... and now I'm craving for nachos. Silakan klik "read more" untuk melihat foto-foto makanan lainnya... Sudah lama sekali sejak terakhir menulis disini. Setelah tahun lalu berusaha untuk membuat foto setiap hari. Sudah saatnya untuk menulis lagi nih....
Mengikuti tren diawal tahun, saya juga ikut membuat resolusi tahun ini. Resolusi saya adalah beralih menggunakan pembalut kain (reusable menstrual pads). Tujuannya lebih kepada mengurangi sampah bekas pembalut. Setiap bulannya, minimal saya ikut menyumbang sampah bekas pembalut sekitar 20 buah. Nonton film Trashed memang banyak membuat saya berpikir tentang penggunaan plastik. Pertama kenal benda ini waktu adik saya, Yani, membeli clodi untuk calon bayinya tahun 2013. Waktu itu dia membeli beberapa buah pembalut kain ini juga untuk uni Shanty dan dirinya. Dan setelah mendengar cerita dari uni Shanty dan dia cukup puas, akhirnya saya ikut memesan 7 buah pembalut kain dengan perhitungan kalau sehari butuh sekitar 5-6 pembalut dan langsung dicuci dan dijemur, dalam waktu sehari sudah bisa dipakai lagi. Itu secara teori :) Dari sekian banyak jenis diet yang pernah saya coba, hanya satu diet yang berhasil saya lakukan yaitu diet kantong plastik.
Saya mulai diet ini sejak beberapa tahun yang lalu. Setiap hari saya membawa 3-5 kantong kain di dalam tas untuk mengantisipasi jika tiba-tiba saya harus belanja. Kantong-kantong ini bisa dilipat hingga berukuran kecil, sehingga tidak membuat tas saya tampak penuh. Tas-tas ini saya dapat dengan cara membeli dan juga hadiah/oleh-oleh. Tas lipat pertama saya berwarna pink sebagai hadiah ulang tahun diawal tahun 2000-an. Inilah pertama kalinya saya mulai terpapar dengan diet kantong plastik walaupun belum selalu menggunakannya. Sekitar tahun 2006, saya mendapat sebuah lagi tas lipat berwarna coklat tua dengan motif batik sebagai oleh-oleh dari Ketty ketika ke Malaysia. Tapi waktu itu belum getol sekali dengan diet kantong plastik. Kadang masih lupa kalau punya tas lipat di dalam tas. Tapi dengan berjalannya waktu, saya mulai terbiasa untuk bilang, "gak usah pake kantong plastik, pake ini saja" sambil menyodorkan kantong-kantong lipat saya sebelum mbak-mbak di kasir pegang kantong plastik. Biasanya saya ditanggapi dengan muka yang bingung. Itu tidak hanya terjadi kalau belanja di supermarket, jika saya belanja pakaian, kosmetik dll, saya juga menggunakan kantong-kantong saya itu. Sebenarnya diet kantong plastik bukan sesuatu yang asing lagi, karena kalo belanja bulanan biasanya di Makro, yang tidak menyediakan kantong plastik, kami sekeluarga selalu sedia dengan tas belanja berukuran besar atau kardus. Tas belanja yang kami gunakan biasanya berasal dari tas-tas yang didapat waktu acara simposium. Melakukan diet kantong plastik di Indonesia susah-susah gampang. Tapi akhir-akhir ini sudah lebih mudah karena sudah lebih banyak promosi tentang diet kantong plastik. Trik belanja dengan menerapkan diet kantong plastik adalah dengan memberitahu kalau kita tidak mau pakai kantong plastik dan bawa kantong sendiri ketika kasir mulai menghitung barang belanjaan kita dan memberikan kantong kita kepada mbak-mbak/mas-mas kasirnya. Hal yang terpenting adalah konsisten dalam mengerjakannya, seperti halnya diet-diet yang lain :) "What's in a name? That which we call a rose Baru saja mendapat cerita baru tentang masalah lama yang selalu menjadi bahan berbincangan kami berdua setelah lulus sekolah dan membuat saya jadi ingin menulis cerita ini dan membuktikan bahwa nama seseorang itu penting untuk mengidentifkasikan seseorang
Alkisah, dulu ada seorang adik kelas yang namanya serupa tapi tak sama. Nama saya Rethia dan dan dia Retty. Ketika sempat beberapa tahun barengan sama angkatan dia ketika jaman-jaman kuliah kedokteran, hal itu tidak pernah menjadi masalah karena kelompok saya dan dia selalu berbeda, sehingga dosen tidak pernah bingung. Ketika saya mulai sekolah anestesi, saya menggunakan nama Tia sebagai panggilan seperti layaknya panggilan saya sehari-hari di rumah. Tapi tetap saja sebagian orang mengenal saya sebagai Rethia. Ketika Retty memutuskan untuk masuk anestesi juga satu semester kemudian, saya meminta dia untuk menggunakan nama panggilan lain supaya tidak rancu nantinya ketika berhubungan dengan dosen, parestesi dan juga pasien. Akhirnya panggilan yang dia gunakan adalah Widy. Hal ini biasa dipakai oleh orang-orang yang bernama sama di Parestesi. Rasanya selama sekolah anestesi saya dan Retty tidak pernah mengalami masalah dengan nama. Sampai akhirnya ketika kami lulus dan dia kembali menggunakan nama Retty lagi. Pertama kali kesalahan nama ini saya rasakan ketika seorang senior saya di anestesi bertanya, "bukannya kamu sekarang di Palembang?". Mmmmmhhhh...sempat bingung tapi akhirnya saya cepat tanggap bahwa yang dimaksud si senior ini adalah Retty yang kebetulan ketika itu suaminya ditempatkan di Palembang. Ada juga yang berkata, "ooo...yang di Palembang itu ya!?". Setelah itu, mulai banyak cerita-cerita kesalahan nama baik dipihak saya maupun Retty. Walaupun sepertinya dari Retty lebih banyak. Seperti Salamah (seorang asisten Parestesi) bertemu dengan Retty dan kemudian bercerita ke dr. A (seperti dikutip dari cerita Retty): Salamah: "Dok ada dr. Widi!" Dr. A: "Widi??" Salamah: "iye....dr. Widi...dr. Rethia..." Retty yang sekarang kerja di salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta kembali bercerita tentang salah nama ini. Kali ini ada salah satu dokter yang lagi ambil spesialis anestesi (residen) sedang jaga di rumah sakit tersebut. Residen ini memberikan informed consent mewakili Retty sebagai dokter jaga hari itu. Ketika selesai dan menuliskan nama dibagian pemberi informed consent, dia menuliskan nama saya. Untung segera disadari oleh Retty dan diperbaiki. Setelah dicari tahu kenapa sampai salah tulis, dia pikir saya dan Retty adalah orang yang sama. Saya Rethia, bukan Retty. Kami dua orang yang berbeda yang kebetulan punya nama mirip dan spesialisasi di bidang yang sama. Tolong hati-hati sebelum terjadi masalah kedepannya. Btw, saya gak suka dipanggil Rethi, kayaknya nanggung gitu deh. Panggil saya Rethia atau Tia. Sebenernya udah lama pengen naik sepeda bersama Wira. Apalagi ketika Wira akan bekerja di WHO Jakarta, sempat terpikir untuk naik sepeda ke kantor. Hunting sepeda pun dimulai, berbagai merk, model dan toko sepeda kita lihat untuk mencari sepeda yang cocok dengan maunya Wira. Tapi rasanya gak afdol kalau tidak dicoba dulu naik sepeda ke kantor. Sudah beberapa kali sabtu dan minggu kami rencanakan untuk pergi mencoba rute ke kantor Wira yang berada di jalan HR Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan. Tapi rencana tinggal rencana karena Wira susah sekali dibangunkan. Bahkan minggu lalu dia mengajak naik sepeda jam 9 pagi. Wuidih...saya yang sering naik sepeda ke monas jaman SMA dulu langsung malas. Kebayang naik sepeda ditengah terik matahari Jakarta.
Akhirnya dengan niat yang lebih besar, hari ini kami bangun lebih pagi. Paling enak kalo mau naik sepeda itu berangkat paling telat jam 6 pagi. Kalo setelah itu, selain mulai panas, jalanan pun sudah mulai ramai. Tapi hari ini kami terbangun jam setengah 6 lewat. Tapi ternyata kami baru bisa berangkat sekitar jam 7 pagi, karena selain siap-siap dan sarapan, Wira harus memompa sepedanya dulu. Wira pakai sepeda mas Adi dan untuk memompa bannya agak tricky jadi agak lama prosesnya. Sedangkan saya menggunakan sepeda federal lama yang biasa saya pakai untuk naik sepeda ke Monas jaman SMA dulu. Setiap tahun di bulan Ramadhan biasanya saya selalu meluangkan waktu untuk bertemu dengan teman-teman dari berbagai latar belakang untuk berbuka bersama. Tapi tahun ini karena ada di Thailand, saya hanya bisa menikmati foto-foto teman-teman yang sedang berbuka bersama melalui jejaring sosial facebook. Saya pikir tahun ini bakalan berbuka di rumah saja atau sekali-sekali makan diluar. Ternyata tanggal 12 Agustus 2011 kemarin kami mendapat undangan berbuka bersama dari komunitas muslim di Khon Kaen University. Alhamdulillah...undangan itu kami sambut dengan senang hari :). Acara berbuka ini diadakan di gedung kegiatan mahasiswa KKU. Untuk mencapai ke sana, kami cukup naik songthaew no 16 yang lewat di dekat rumah dan turun tepat di seberang gedung kegiatan mahasiswa ini. Pengalaman pertama berpuasa di luar negeri, ketika saya mengikuti program pertukaran pelajar di Tennessee, USA tahun 1993-1994. Saat itu bulan puasa jatuh pada pertengahan Februari 1994 dan masih musim dingin. Sehingga waktu puasa sedikit lebih singkat daripada puasa di Indonesia. Waktu itu saya puasa mulai pukul 6 pagi sampai sekitar setengah 6 sore. Ini adalah pertama kali saya puasa sendiri. Biasanya di rumah ada mama/papa yang selalu membangunkan untuk sahur, semua orang berpuasa di rumah dan hampir semua orang berpuasa di sekolah dan lingkungan rumah. Saat itu, hanya saya sendiri yang berpuasa, karena memang di tempat saya tinggal, tidak ada orang yang beragama Islam. Tapi, Alhamdulillah, itu tidak menjadi kendala. Semua orang bisa menghargai keputusan saya untuk berpuasa dan kadang mereka bertanya tentang ritual puasa ini.
This morning, my husband and I visit Harapan Kita Hospital. We supposed to met my uncle in that hospital. We got there at 7.30 a.m. and waiting for him. Finally we met him and after that we planed to leave the hospital. Because we leave home without breakfast, we decided to have breakfast in the hospital before we go home.
Meanwhile we wait for the food to came, I realize that a man sat outside the window. He enjoy his cigarette so much and I don't think he realize he sat under the "no smoking" sign. What a nice view we had, so we decided to take the pictures to put in my writing. I just don't get what this man thought of. First he smoke in public area, second he smoke in hospital. I don't know where he put his brain at. Beberapa waktu yang lalu, di mailing list Greenlifestyle, pernah terlontar sebuah topik yang berjudul "TANYA: apa yang harus dilakukan kalo lihat orang buang sampah sembarangan?" Cukup banyak respon dari e-mail pancingan ini, antara lain:
Pengalaman di atas pasti pernah terjadi pada kita. Kalau itu terjadi pada anda, apa respon yang akan anda lakukan? Have you pray to God and asking for something and wish it will come true?
How often you prayed to God asking for something and you think He didn’t answer your pray? How often you realized that what happened to your life isn’t just the way you ask? How often people say you have to pray so God will granted your wish? How sad you feel, when you didn’t get what you asked for? Well, sometimes what we ask weren’t what we got. But that doesn’t mean that God didn’t listen to our pray. Sometimes we didn’t realized that our prays answered. Maybe it just to be appears in different way. But we have to believe that God will give you the best for our life. In my life, I pray to God that I want go to school in good high school, but I didn’t passed, so I just go to ordinary private school. Then I pray after I got back from exchange year I could continue to my senior year in high school, but unfortunately I couldn’t. And what make me feel that God didn’t answer my pray, when in the next year, my friends who got back from their exchange program just go right through their senior year. But then I realized, that God loves me so much. He makes me go through my junior year again so I can have a lot more friends. He makes me go through my junior year again so I can be one of those good student and prepared to passed the university examination better. He makes me go through the junior year so I can keep up my grade good and I can continue my college years without taking the college entrance examination. That’s just the way He answered my pray to became a doctor. And now, here I am, a doctor. God didn’t give me all I want, but as the result He gave what best for me. So it doesn’t means that your prays not answered, but He answered in different ways. There’s still a lot of my prayers answered by God. So...don’t stop praying because God will listen and give you the best. Last night I got a phone call from my high school best-friend. She asking about her leg being ached since last two weeks. She also feels pain in the neck. She can hardly moved and change her t-shirt. She asking, is this what I feel when I got chinkungnya last year. This is the second phone call after on the day before my other friend calling me asking about Chikungunya too.
Last year, around March 2007, I felt pain in my left upper arm. I couldn’t realize the cause. It was hard to change the gear when driving the car. In the night I got a fever. Not really high fever (around 38 - 38.5 degree C) but can made you stay in the bed. Unfortunately, the next morning, I had to go to Batam to attend a congress. So, I took Panadol 500 mg to ease the fever. In the morning, all my body was aching. But it’s to late to had another people to go to congress. So with all Panadol & Imboost I got in my bag and a piece of jacket, I went to RSCM, place where we gonna met before go to the airport. I took all Panadol I need to keep the fever away in this day and also the next day. |
Categories
All
Blog WalkingArchives
July 2024
|