Hari ini rencananya saya dan Wira akan keliling Kota Medan. Setelah sarapan dan siap-siap, kami diantar Ella ke Mesjid Raya Medan atau Mesjid Raya Al Mashun. Mesjid Raya yang dibangun oleh Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam, pemimpin Kesultanan Deli, selesai pada tahun 1909. Arsitektur mesjid ini khas Timur Tengah, Spanyol dan India berbentuk segi delapan. Bentuk mesjid yang unik ini memiliki 5 kubah hitam, satu kubah utama dan empat kubah di beranda yang berada si empat sisi. Ornamen, ubin dan ukiran di mesjid ini sangat menarik dilihat. Setelah puas melihat-lihat dan memotret mesjid ini, kami pergi ke seberang jalan untuk makan rujak di Kedai Rujak Takana. Pengunjung tempat ini cukup ramai sehingga kami harus ikut antri. Perjalanan kami lanjutkan ke Istana Maimun. Lokasinya tidak jauh dari Mesjid Raya Al Mashun. Diawali dengan melihat Meriam Puntung yang berada di sisi kanan depan istana. Cerita tentang Meriam Puntung ini bisa dilihat dibeberapa tulisan online atau di batu prasasti yang terletak tak jauh dari tempat meriam tersebut berada. Istana Maimun seluas 2772 m2 merupakan istana Kesultanan Deli di masa kekuasaan Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alam. Istana ini dominan berwarna kuning khas Melayu yang merupakan warna Kesultanan Deli. Ketika masuk ke dalam istana ini, tampak warna cat yang sudah memudar dan pencahayaan ruangan yang kurang terang. Sepertinya tiket masuk sebesar Rp5.000 tidak dapat menutupi kebutuhan dana untuk perawatan istana ini.
Tetapi kekurangan tersebut tidak menutup keindahan yang pernah ada di istana ini. Arsitekturnya kombinasi gaya arsitektur India, Spanyol, Timur Tengah, Melayu dan Eropa. Istana yang memiliki 30 ruangan dan terdiri dari 3 bagian ini sampai saat ini masih digunakan oleh keturunan kesultanan Deli. Banyak foto-foto keluarga sultan dan perabot jaman dulu yang masih dipertahankan. Langit-langit yang tinggi membuat ruangan di dalam istana tetap terasa sejuk. Saya sangat tertarik dengan lantai dan wallpaper/lukisan di dinding yang mengingatkan pada lantai-lantai yang sering ditemukan di bangunan-bangunan tua di Berlin. Selain itu kereta kencana Kesultanan Deli pun bisa dilihat di halaman istana ini. Kita bisa juga melihat nama-nama keturunan Kesultanan Deli yang terukir pada batu prasasti yang ada di halaman istana. Tujuan kami berikutnya adalah Rumah Tjong A Fie. Tapi karena sampai sana sudah agak sore, tempat ini sudah tutup. Dan kami akan kembali esok hari untuk melihat-lihat. Karena gagal melihat Rumah Tjong A Fie, kami memutuskan untuk menikmati sate kerang yang berada tidak jauh dari tempat ini. Sate kerang ini dimasak dengan berbagai bumbu dan salah satunya adalah kelapa parut yang digongseng sebelum ditusuk dengan lidi. Perjalanan dilanjutkan dengan memotret gedung-gedung tua di sekitar Lapangan Merdeka di antaranya Kantor Pos Medan, Kantor BI Medan, dan Stasiun Medan. Kami juga mampir melihat Titi Gantung yang menghubungkan daerah Kesawan dengan jalan Jawa. Menjelang maghrib, kami menyudahi perjalanan kami dan kembali ke rumah. Besok lanjut lagi sebelum pulang ke Jakarta. Catatan:
Sumber:
0 Comments
Leave a Reply. |
Categories
All
Blog WalkingArchives
July 2024
|