Tidak pernah terpikir kalau saya akan tinggal di India. Mungkin hanya akan berkunjung di suatu waktu, tapi tidak terbayang akan tinggal dalam jangka waktu panjang di negara ini. Akhir tahun 2022 lalu menggenapi tahun kelima kami tinggal di India. Dua tahun sebelum kami memutuskan untuk pindah ke New Delhi, India, Wira sudah beberapa kali mendapatkan tawaran untuk bekerja di kantor di sini. Tapi tidak diambil karena bertepatan ketika dia sedang mendaftar untuk melanjutkan pendidikan. Ternyata belum rezekinya untuk sekolah lagi, sehingga saat ketiga kali ditawarkan untuk bekerja di India, kami putuskan untuk menerima tawaran ini. Dan di bulan Oktober 2018, Wira diterima kerja di India. Awal Desember 2018, mengawali kepindahan kami ke kota ini. Kota yang menjadi rumah keempat kami setelah Jakarta, Berlin, dan Jenewa. Sebelum pindah, kami sudah mulai tanya-tanya kemungkinan untuk tempat tinggal. Untungnya kami mendapatkan info dari salah satu teman, bahwa ada apartemen yang dulunya disewa oleh orang Indonesia yang sedang ambil fellowship di Delhi sedang kosong sejak satu bulan sebelumnya. Kami mendapatkan kontak dari penghuni sebelumnya dan juga foto-foto apartemen tersebut. Kebetulannya lagi, apartemen ini ada di seberang rumah teman kami yang sudah tinggal di Delhi. Wira berangkat lebih dulu ke India karena saya masih harus menunggu surat-surat untuk membuat visa. Ketika sampai, Wira langsung janjian untuk bertemu dengan pemilik apartemen dan mengecek kondisi apartemen. Mencari tempat tinggal itu benar-benar butuh rasa cocok-cocokan. Alhamdulillah apartemen ini langsung cocok di hati. Kami langsung mencari orang untuk membantu membersihkan apartemen sebelum kami pindah ke sana. Sekitar 2 minggu, apartemen tersebut sudah bisa ditempati. Sementara visa saya beres menjelang akhir tahun dan saya berangkat di akhir tahun. Kami tinggal di daerah tenggara kota Delhi. Satu area ini mungkin seperti satu kelurahan kalau di Jakarta. Satu area terdiri dari beberapa blok dan setiap blok terdiri dari beberapa rumah/apartemen. Jumlah rumah di satu blok tergantung di mana areanya. Tempat tinggal kami lebih cocok disebut apartemen dibandingkan rumah. Tapi jangan membayangkan apartemen seperti yang ada di Jakarta yang terdiri dari banyak lantai dan banyak gedung. Apartemen di sini lebih mirip rumah empat lantai, setiap lantai hanya ada satu apartemen. Luas apartemen tergantung luas tanahnya. Apartemen kami berukuran kurang lebih 100 m2 terdiri dari 3 kamar tidur dan 3 kamar mandi, ruang tamu yang terbuka dengan ruang makan, serta dapur. Apartemen yang lebih baru biasanya memiliki tempat parkir di lantai paling bawah dan juga ada lift selain tangga. Sedangkan bangunan yang lebih tua biasanya tidak ada tempat parkir, sehingga harus parkir di depan rumah. Apartemen yang kami sewa sudah lengkap dengan perabotan sehingga kami cukup membawa pakaian dan barang-barang seperlunya saja (yang makin lama makin banyak :p) Dua kamar di apartemen kami digunakan sebagai kamar tidur utama dan kamar tidur tamu/ruang menjahit. Satu kamar yang berukuran paling kecil, kami gunakan sebagai service area seperti menyimpan koper, tempat menjemur dan menyetrika pakaian, tempat menyimpan peralatan membersihkan rumah. Setiap ruangan di apartemen terdapat kipas angin, bahkan di kamar mandi sekalipun. Di setiap kamar, dapur, ruang makan, dan ruang tamu terdapat AC. Hal ini membuat saya terkejut karena saat saya sampai, Delhi sedang musim dingin tapi ketika sudah memasuki musim panas, kipas angin dan AC adalah barang yang sangat penting. Karena saat musim panas, suhunya bisa mencapai 50°C. Tapi rumah di Delhi tidak didesain untuk musim dingin. Insulasi yang buruk membuat sulit menjaga suhu panas di dalam rumah. Sela-sela pintu dan jendela membuat udara dingin bisa masuk ke dalam rumah. Lantai marmer menambah suhu dingin di dalam rumah. Dan pemanas yang ada di rumah saat itu hanya pemanas kecil yang harus diletakkan di meja samping tempat tidur. Sehingga tempat favorit saya selama musim dingin pertama di Delhi adalah di kasur dalam selimut :p Musim dingin tahun kedua, kami sudah memiliki pemanas ruangan yang lebih baik. Setiap blok memiliki taman dengan berbagai ukuran. Blok tempat kami tinggal terletak tidak belakang rumah dan tidak terlalu besar, kalau dikelilingi tidak sampai 200 m. Tapi awal-awal tinggal di sini, saya tidak pernah mengunjungi taman ini. Di seberang apartemen kami juga ada taman blok yang lain, tetapi saya tidak pernah mengunjunginya. Dan sekitar 200 m dari apartemen kami ada sebuah taman yang lebih ramai dikunjungi orang-orang, baik yang jalan pagi/sore atau anak-anak yang bermain di taman. Taman yang berukuran agak besar biasanya terdapat permainan anak-anak seperti ayunan dan perosotan dan juga alat-alat untuk berolahraga. Sekitar 500 m dari apartemen kami ini ada pasar yang cukup lengkap. Pasar ini bukan seperti pasar basah di Jakarta. Pasar ini lebih berupa kumpulan toko-toko antara lain toko kelontong, toko perabotan rumah tangga, toko barang-barang listrik, toko roti, restoran, tukang daging halal, dan masih banyak lagi. Sementara tukang sayur dan buah berdagang menggunakan gerobak dan mangkal di depan toko-toko lainnya. Setiap hari selasa ada pasar malam yang menjual lebih banyak hal lagi. Restoran Afghan favorit kami juga ada di pasar ini. Tukang sayur dan buah juga ada yang berkeliling di sekitar perumahan. Selain itu beraneka tukang jasa juga sering lewat di sekitar perumahan. Tukang tanaman juga ada yang keliling. Jenis sayuran yang dijual oleh tukang sayur ini menyesuaikan kepada kebutuhan warga seperti tomat, wortel, onion merah, bawang putih, brokoli, bayam India, jahe, kunyit, kentang, lobak, daun mint, daun ketumbar, jeruk nipis, buncis, jagung, chickpea segar, kol, selada, dan dill. Sedangkan sayuran seperti kangkung, bayam, daun bawang, sereh, dan sayuran yang banyak ditemukan di Indonesia harus dibeli di pasar khusus seperti I.N.A. Market. Bagaimana dengan makanan di India? Alhamdulillah kami tidak ada masalah dengan makanan di sini. Kami cukup cocok dengan garam masala. Yang kami kurang cocok adalah makanan pencuci mulut yang rasanya sangat manis. Dan di Delhi, tidak ada makanan yang berbahan sapi karena tidak boleh menyembelih sapi. Tapi kami masih bisa menemukan daging kerbau. Biasanya kalau kami mau membuat makanan yang berbahan daging sapi, biasanya kami mengganti dengan daging kerbau. Kebetulan lagi, penjual daging kerbau ini lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah kami. Beberapa makanan kami stok dari Jakarta saat mudik.
Kami tinggal di apartemen pertama selama 1,5 tahun sebelum akhirnya pindah ke apartemen yang sekarang. Bukan karena kami tidak betah tetapi karena pemilik apartemen akan menjual apartemen tersebut. Apartemen yang sekarang hanya sekitar 500 m dari apartemen yang pertama dan masih di area yang sama, hanya beda blok. Apartemen yang sekarang tidak selengkap apartemen pertama perabot dapurnya sehingga kami membeli beberapa tambahan seperti panci dan skillet stainless stell, panci kecil untuk memasak mie dan oven. Apakah kami betah di sini? Alhamdulillah kami cukup betah tinggal di New Delhi. Di luar polusi yang sangat parah saat musim dingin, klakson yang rasanya membuat sakit kepala, dan panas yang cukup ekstrim di musim panas, kami cukup bisa menikmati tinggal di Delhi. Kami juga usahakan untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di Delhi dan wilayah India lainnya. Yang pasti, kami sangat menikmati taman-taman yang ada di sekitar rumah ataupun di sekitar Delhi. Kadang kami mencari taman baru yang belum pernah kami kunjungi. Taman adalah hal sulit ditemukan di Jakarta tapi cukup banyak wilayah Delhi. Bahkan depan apartemen kami sekarang ada sebuah taman yang cukup besar. Biasanya saya jalan pagi di taman ini. Jika bosan, sekitar seratus meter dari apartemen ada 2 taman lain yang cukup besar dan bisa dipakai jalan pagi/sore. Cerita jalan-jalan di India akan saya tulis di minggu-minggu berikutnya selama tahun ini dalam project 52 of 2024.
1 Comment
Adhitya Wisesa
8/1/2024 09:51:41 am
Thanks for sharing ya kak...looking forward to visit India next month.
Reply
Leave a Reply. |
Categories
All
Blog WalkingArchives
July 2024
|