13.09.2011 Ni Jess masih di Jakarta. Tinggal semingguan lagi. Sempat terpikir mau ke Bali dan udah browsing tiket. Tapi setelah dipikir-pikir, akhirnya diputuskan untuk jalan ke Garut dan Pangalengan. Kami, Wira, Ni Jess dan saya, berangkat hari selasa 13 September. Bermodalkan mobil pinjaman dari papa & mama Wira, kami berangkat pagi. Tidak terlalu pagi juga sih, sekitar jam setengah 8 pagi. Perjalanan ke Garut memakan waktu sekitar 5 jam. Kami sampai di kota Garut sekitar jam setengah satu siang. Sempat berputar-putar dulu untuk mencari tempat makan. Dengan bantuan tante Garmin, akhirnya kami menuju Mulih K Desa yang merupakan bagian dari Restoran Bumbu Desa. Suasana pedesaan yang asri lengkap dengan sawah, kolam ikan dan kerbau yang sedang berendam menyambut kedatangan kami. Tempat makan berupa saung-saung membuat kami dapat menikmati keindahan alam. Ikan warna warni berlalu lalang di bawah saung. Seperti orang kalap, kami memesan beragam makanan. Hehehehe...ini juga sambil memenuhi keinginan ni Jess untuk menikmati makanan Indonesia. Tahu tempe, ayam bakar, ikan bakar, tumis jamur dan genjer ludas kami lahap. Nikmat banget rasanya atau efek kelaperan ya?! :D Selesai makan siang, kami lanjutkan perjalanan ke Candi Cangkuang di desa Cangkuang. Disini kami parkir di tanah lapang yang didedikasikan untuk parkiran dan juga lapangan bola. Dari parkiran, kami harus berjalan sedikit untuk mencapai loket penjual tiket. Harga tiket masuknya Rp. 11.000 untuk kami bertiga. Dan untuk mencapai Candi Cangkuang dari loket tiket harus naik rakit bambu karena letaknya seperti disebuah pulau di tengah-tengah danau. Untuk rakit ini kami harus merogoh Rp. 70.000 karena saat itu hanya kami yang menuju candi itu. Seru juga jalan-jalan ketempat ini. Jangan bayangkan candi Cangkuang seperti candi Borobudur yang luas dan besar. Candi Hindu yang ada di Garut ini ukurannya tidak terlalu besar. Begitu masuk wilayah ini, dapat ditemui 6 buah rumah dan sebuah mesjid. Ini adalah Pemukiman Adat Kampung Pulo. Di sekitar candi juga bisa ditemui makam Embah Dalem Arief Muhammad. Nama cangkuang sendiri berasal dari tamanan pandan-pandanan. Selain candi, makam dan kampung adat, disini juga ada sebuah bangunan yang merupakan tempat menyimpan benda-benda bersejarah seperti kitab yang dituliskan di daluang (kertas kulit kayu) dari pohon saeh, dan lain-lain. Setelah puas melihat-lihat candi, kami beranjak untuk mencari jalan pulang. Dengar-dengar selentingan berita, untuk menuju pulau ini sekarang bisa lewat jalan darat a.k.a. gak naik rakit. Kami mencoba jalan ini karena rasa penasaran dan memang ingin menikmati pemandangan. Setelah bertanya kebeberapa orang, kami berhasil menemukan jalannya. Walaupun ditengah jalan kami sempat berada ditengah-tengah dua kelompok anak-anak yang sedang bertengkar (lebih tepatnya adu mulut main kata-kataan). Uni Jess seneng banget bisa ketemu sawah, sampai disempet-sempetin foto di sawah :). Dari Candi Cangkuang kami langsung menuju hotel tempat menginap. Sebelum berangkat, Wira sudah booking kamar. Kami menginap di Hotel Augusta. Kamar hotel dan kamar mandinya lumayan bersih. Kami memang tidak mencari kamar yang terlalu mewah karena rencananya kami akan menghabiskan waktu diluar kamar hotel. Jadi cukup untuk tidur dengan nyaman dan mandi. Berhubung cuma bertiga perginya, kami hanya pesan satu kamar. Kami menghabiskan Rp. 560.000 untuk sewa kamar 2 malam termasuk makan pagi. Berhubung kami penasaran dengan Kampung Sampireun diputuskan untuk makan malam disana. Wah...suasananya memang enak sekali. Cocok untuk bulan madu yang hanya menghabiskan hari di kamar saja. Nah kalo kayak gitu bayar mahal buat kamar gak papa tuh! :p Setelah puas menikmati malam di Kampung Sampireun, kami kembali ke hotel untuk istirahat. Rencananya besok pagi kami akan pergi hiking. Udah browsing sana sini katanya ada air terjun yang bagus. 14.09.2011 Hari kedua di Garut saya bangun pagi buat shalat dan foto-foto sedikit. Setelah itu balik lagi tidur sampe jam tujuhan. Setelah sarapan, kami siap-siap berangkat hiking. Tujuan kami adalah Curug Citiis. Menurut hasil browsingan di om google, katanya dari hotel kami menginap bisa jalan kaki ke curug ini. Jadilah sebelum berangkat kita tanya-tanya dulu sama orang di resepsionis. Tapi kok agak-agak mencurigakan karena mereka tidak terlalu tahu dimana curugnya. Akhirnya ada juga yang tahu dan dia tunjukkan jalan kecil disamping hotel. Jalan kecil tersebut melewati rumah-rumah penduduk, sawah, kebun bahkan kandang kuda. Pake acara nyasar juga pas di jalan besar. Harusnya masuk jalan kecil lagi, kita malah menyusuri jalan besar. Terpaksa tanya-tanya lagi dan balik arah lagi cari jalan kecilnya. Lanjut berjalan di area perumahan sambil lihat-lihat dimana bisa beli minum pas jalan pulang. Tiba-tiba jalan yang disisi kanan dan kirinya rumah habis dan tak lama pemandangan berubah jadi tambang pasir. Wups...gak ada nih disebut-sebut tambang pasir ini waktu kita browsing di internet. Sedih melihat alam yang rusak seperti ini. Dan perjalanan menjadi tambah sulit karena kami harus bersaing dengan truk pasir. Tiap ada truk, kita harus minggir-minggir deh. Entah berapa lama kami jalan di tambang pasir ini, sampai suatu saat ada truk pasir yang mengajak kami untuk ikut naik. Jadilah kami putuskan untuk ikut karena kata supir truk keatas masih jauh. Setelah deg-degan selama berada dalam truk karena jalan yang tidak stabil, kami sampai di daerah yang cukup dekat dengan jalan menuju curug. Setelah tanya-tanya lagi sama para penambang, mereka memberi tahu jalannya. Awalnya salah jalan lagi dan ada salah satu penambang yang mengarahkan ke jalan yang benar. Pfiuuhhh...akhirnya sampai di trek menuju curug. Tapi perjalanan masih jauh. Kali ini perjalanannya menanjak, agak curam dengan beberapa trek bonus (menurut Wira karena jalanannya landai). Pemandangan juga berubah dari tambang pasir menjadi hutan yang hijau dengan pepohonan yang cukup padat. Melangkah perlahan tapi pasti dengan bantuan sebatang kayu, saya berusaha menyusul Ni Jess dan Wira yang bergerak lebih cepat. Lumayan juga ini setelah lama tidak melakukan hiking :) Ketika suara air terjun mulai terdengar, rasanya senang sekali. Akhirnya sampai juga ditujuan. Air terjunnya tidak terlalu tinggi, tapi keindahannya tetap terlihat. Airnya dingin dan sejuk sekali terkena muka yang rasanya sudah panas ini. Airnya juga bening sekali, sehingga batu-batuan di dasar bisa terlihat dengan jelas. Sepertinya air ditempat ini sudah digunakan untuk sumber air bagi desa disekitarnya, karena disana kami menemukan sebuah bak penampung dan pipa yang dialirkan ke bawah. Pada saat kami sampai, hanya kami bertiga yang berkunjung ke tempat ini. Berasa kayak tempat sendiri, kami langsung pasang tripod dan foto-foto sebagai bukti kami sudah sampai disini :) Air terjun ini berada di gunung Guntur. Setelah duduk-duduk dan beristirahat, kami beranjak untuk pulang. Perjalanan turun dari hutan ini sama tricky-nya seperti saat akan naik, karena ada beberapa tanjakan yang cukup curam. Setelah sampai di tambang pasir, kami coba bertanya pada penambang apakah ada jalan lain selain menyusuri tambang pasir ini. Mereka menunjukkan sebuah jalan setapak yang menyusuri bekas sungai (airnya udah dipipain semua). Akhirnya kami coba jalan tersebut sambil berdoa semoga tidak ketemu mahluk-mahluk aneh seperti ular dll. Alhamdulillah sepanjang kami jalan, tidak bertemu hambatan yang bermakna sampai kami menemukan longsoran di atas sungai. Mmmhhh...langsung bingung mau nyambung jalan kemana. Akhirnya kami putuskan untuk menaikin tanah yang longsor tersebut dan melihat dimana kami muncul. Ternyata kami masih di tambang pasir juga. Kwakwaw....maksudnya mau menghindari tambang pasir tapi tetap aja ketemunya tambang pasir. Tapi kali ini tambang pasirnya sudah lebih ke bawah dan sisinya beda. Yah...paling gak tidak harus menyusuri tambang pasir dari atas. Karena perjalanan cenderung turun kami bisa lebih cepat berjalannya. Sempat istirahat sejenak untuk minum sambil menunggu truk lewat. Begitu sampai di daerah perumahan lagi, yang pertama kali kami cari adalah teh botol dingin. Muantap banget rasanya setelah jalan berjam-jam bisa minum dingin. Sueger...rasanya. Kami melanjutkan jalan kaki sampai bertemu simpangan jalan besar. Setelah itu diputuskan untuk pulang ke hotel disambung dengan delman/andong. Sampai di hotel sudah jam 3 sore dan ada tukang siomay pula. Berhubung belum makan siang, jadilah siomay sebagai pengganjal perut sementara sampai waktunya makan lagi. Total perjalanan kami sekitar 6 jam. Lumayan juga rasanya. Sampai di kamar hotel langsung gantian mandi dan siap-siap buat jalan cari barang-barang kulit. Sekarang saatnya belanja benda-benda perkulitan. Saya rencananya mau cari ikat pinggang dan dompet. Kami berangkat setelah browsing mencari pusat kerajinan kulit dan menyalakan tante Garmin. Setelah dapat tempat parkir yang nyaman, kami mulai menyusuri toko-toko di daerah itu. Harus agak buru-buru karena kami sampai sudah sore dan sebagian toko sudah mulai tutup. Tapi akhirnya dapat juga benda-benda yang dicari. Dari pusat kerajinan kulit, kami putar-putar di kota sedikit dan lanjut cari makan malam. Akhirnya pilihan tempat makan jatuh pada Cibiuk. Masih memuaskan selera Ni Jess yang kangen makanan Indonesia. Selesai makan, kami langsung balik ke hotel dan istirahat karena besok mau berangkat ke Pangalengan plus kita teler karena abis jalan seharian tadi. Literally jalan pake kaki :) 15.09.2011
Pagi ini bangun gak pagi-pagi amat. Cukup pagi untuk sarapan dan kemudian beberes barang-barang. Rencananya sebelum berangkat ke Pangalengan kita mau cobain dulu soto Garut. Hasil browsing soto yang enak itu Soto Garut Pak Ahri. Letaknya di jalan Mandalagiri dan ada di sebuah gang kecil. Sempet puter-puter cari jalan Mandalagiri, ternyata ada di dalam pasar. Soto yang disediakan adalah soto daging. Rasanya enak, kuahnya bersantan dan berwarna kuning. Biasanya sudah habis menjelang tengah hari. Harga soto campur (nasi + soto dalam satu piring) Rp. 11.000. Sedangkan bila nasi dan soto dipisah harganya Rp. 13.000. Sedangkan harga kerupuk kulit Rp. 3000 dan kerupuk putih Rp. 1000. Kami melanjutkan perjalanan ke Pangalengan setelah kenyang makan Soto Garut Pak Ahri.
0 Comments
Leave a Reply. |
Categories
All
Blog WalkingArchives
January 2024
|