Kalau dipikir-pikir, banyak yang bisa dilakukan sambil menunggu panggilan untuk membius pasien di Rengas Dengklok. Antara lain adalah mengeksplorasi Kabupaten Karawang. Baik mengeksplorasi makanan khas daerah Karawang maupun tempat-tempat tujuan wisata di Karawang. Hal tersebut yang membuat saya memutuskan untuk berkeliling Karawang mencari tempat menarik untuk dikunjungi. Ikuti cerita-cerita saya, barangkali bisa jadi tujuan wisata suatu hari nanti. Tempat yang selalu memanggil hati untuk dikunjungi adalah Candi Jiwa Batujaya. Kenapa begitu menarik? Ketika kita keluar dari jalan tol Cikampek di pintu tol Karawang Barat, akan terlihat sebuah papan hijau dengan ukuran sedang bertuliskan “Candi Jiwa Batu Jaya 49 km”. Sepengetahuan saya selama ini, candi-candi itu biasanya ada di daerah Jawa Tengah dan Jogjakarta. Well, mungkin ini karena pengetahuan sejarah saya yang terbatas. Sehingga tulisan itu menggugah saya untuk pergi berkunjung. Kebetulan sekali, keluarga suami saya juga belum ada yang pernah kesana. Setelah pembicaraan dan perdebatan yang cukup panjang. Saya dan suami memutuskan untuk pergi ketempat ini. Bermodalkan peta Karawang yang tidak terlalu “up to date” tapi masih bermanfaat, google earth dan hasil browsing di “om google” kami berangkat. Perjalanan sejauh kurang lebih 43 km (dari kota Karawang) kami tempuh dalam waktu sekitar 1,5 jam. Kami berangkat pukul 13.15 dari rumah. Jalan menuju tempat ini tidak terlalu jelek. Memang ada jalan yang berlubang cukup besar, tapi ada juga jalan yang cukup mulus dan sudah dibeton. Kami juga sempat mampir di tempat menjual Sorabi Hijau Rengasdengklok dan Tugu Proklamasi. Pemandangan sawah menjadi teman dalam perjalanan kami kali ini. Irigasi yang dijadikan MCK (mandi cuci kakus) oleh masyarakat sekitar menjadi penuntun kami menuju Candi Jiwa. Petunjuk jalan ketempat ini juga cukup jelas.
Ketika sampai, akan ditemukan sebuah bangunan yang digunakan sebagai ruang informasi. Disini kita mengisi buku tamu dan membayar “tiket masuk”. Berapa yang dibayarkan? “Seikhlasnya.” Itu yang diucapkan oleh ibu penjaga loket. Memang aneh, tapi itulah kenyataannya. Akhirnya kami memberikan Rp. 20.000 dengan harapan uang itu akan digunakan untuk kepentingan perawatan candi. Disamping ruang informasi disediakan kamar mandi sumbangan PT. PLN. Candi itu sendiri tidak terlalu jauh dari ruang informasi tersebut. Jalan menuju candi sudah bagus. Jalan sudah dibeton. Candi-candi ini terletak di tengah sawah. Di daerah ini ada 3 area yang ditandai. Pertama area Candi Jiwa yang sudah selesai dipugar. Kedua Candi Blandogan yang mulai direnovasi sejak tahun 2008. Sayangnya candi ini masih ditutupi pagar seng sehingga untuk melihatnya kami harus mengintip dari lubang di pintu. Mungkin kalau kami menerima penawaran ibu-ibu di loket untuk ditemani, kami bisa masuk dan melihat candi Blandongan lebih jelas. Area yang ketiga adalah area yang terdiri dari gundukan-gundukan tanah yang disebut Unur Lempeng yang dipercaya masih ada bangunan candi dibawah gundukan tanah tersebut. Candi-candi ini tidak seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan yang dibangun menggunakan batu melainkan dibangun dari lempengan batu bata. Berdasarkan analisis radiometri carbon 14 didapatkan lempengan batu bata pada Candi Blandongan berasal dari abad 2 dan yang paling muda dari abad 12. Candi ini belum selesai diekplorasi oleh orang-orang yang berkompeten dibidangnya. Sayangnya perawatan candi ini kurang baik. Seperti pompa air yang tidak ada ditempatnya sehingga air yang menggenangi sekitar candi tidak bisa dipompa keluar. Hal ini mungkin dapat menyebabkan kerusakan. Setelah puas melihat-lihat dan foto-foto, kami pun kembali kerumah. Untuk info lebih lanjut tentang Candi Jiwa ini bisa dilihat disini.
0 Comments
Leave a Reply. |
Categories
All
Blog WalkingArchives
July 2024
|